Kamis, 31 Juli 2014

[Fanfic] I Found You On The Roof (chap. 1) - (DRAMAtical Murder)



Title                 : I Found You On The Roof

Pair                  : Clear X Aoba

Fandom           : DRAMAtical Murder

Genre              : Shounen-Ai, Angst

Author            : Lycoris


Kau tak akan tau bagaimana rasa kehilangan ketika kau sendiri belum mengalaminya


“Aoba-san........”

“Ngh...Clear...Clear...Clear !!”

“Aoba-san, jaga dirimu.....”

“Cleaaaaaarr !!”

Keringat mengucur deras, nafasnya memburu. Segera ia terbangun dari tempat tidur yang berukuran single itu. Hanya mimpi, batinnya. Tapi di mimpi itu terlihat sangat nyata sekali.
“Clear...” lirihnya sembari melihat ke samping kiri tempat tidurnya. Sebuah boneka jellyfish besar berwarna biru muda.
“Kenapa kau menghilang setelah perasaan ini kau berikan kepadaku.”


Seragaki Aoba, pemuda berusia 23 tahun dengan surai biru panjang dan manik coklat muda. Setiap hari ia bekerja part time di Heibon. Aoba –begitu panggilannya- adalah sosok pemuda yang ramah dan baik, yah jika bukan karena trio ‘pembuat onar’ yang hampir setiap hari mengunjungi tokonya dan membuatnya kesal bahkan bisa berteriak hingga terdengar di luar Heibon.
Namun sudah selama setengah tahun Aoba terlihat tak bersemangat, ada sesuatu yang sedang mengganjal hatinya. Memang ia masih seperti Aoba yang semua orang kenal namun ketika ia sendirian sosok ramah dan baik itu akan berganti dengan sosok yang pemurung dan pendiam. Sudah sering kali Tae –neneknya- mendapati Aoba yang tak fokus bila diajak bicara. Bukan berarti Tae tidak sadar dengan perubahan Aoba. Wanita tua berambut merah muda itu sadar benar dengan keadaan cucunya selama ini. Dan ia yakin karena apa, lebih tepatnya karena siapa ia menjadi seperti ini. Hanya sosok itu yang telah membuat Aoba menjadi pendiam, dan hanya sosok itu pula yang telah membuat raga Aoba terkadang tak bersama jiwanya.

“Aoba...” sapa Tae yang berhasil membuyarkan lamunan Aoba yang sekali lagi melanglang entah kemana.
“Ah..hai Obaa-chan. Ada apa ?” Aoba kembali ke kenyataan dan melihat ke arah Tae yang duduk di ujung meja makan.
Tae menghembuskan nafas pelan, ditatapnya segelas teh hijau yang setiap pagi menjadi teman minumnya. “Sampai kapan kau akan seperti ini ?”
“Eh ? maksud Obaa-chan ?” Aoba memandang Tae dengan tatapan tak mengerti.
“Wanita tua ini tau apa yang sedang ada di kepalamu selama lebih dari setengah tahun ini.”
Deg
Aoba menundukkan kepalanya. “Obaa-chan...” lirihnya.
“Maaf Obaa-chan. Tapi...kau tak perlu mengkhawatirkan aku yang seperti ini. Aku..aku tak apa-apa.”
Belum sempat Tae berkata lebih lanjut Aoba telah berdiri dari kursinya dan segera mengambil tas duffel berwarna putih biru yang tak jauh darinya dan mengalungkannya ke belakang.
Obaa-chan, aku berangkat.”
Tae hanya bisa memandang punggung cucunya yang semakin menjauh dari dapur dan menghilang di ujung pintu.
“Maaf Obaa-chan, aku hanya ingin menyimpan ini semua sendiri.” Lirih Aoba begitu ia menutup pintu rumanhnya.
“Clear....”
Segera ingatan tentang mimpinya semalam muncul kembali. Clear yang meninggalkan Aoba sendirian di atap rumahnya, tanpa menoleh sedikit pun. Membuka payung transparannya dan pergi entah kemana. Sekeras Aoba berteriak Clear tak menoleh sedikit pun. Mimpi yang hampir selalu sama, dan Aoba hanya bisa semakin merasakan nyeri yang tak tergambarkan di dadanya. Aoba menggelengkan kepala pelan, berusaha menepis mimpi (nyata) semalam. Ditatapnya langit biru pagi itu, sebentuk wajah imajiner tergambar dan pemuda manis itu hanya bisa tersenyum masam.

Aoba kemudian memasang headphone pink yang dengan setia menggantung di lehernya. Segera ia memilih lagu dari coilnya dan berjalan dengan santai menuju Heibon. Di tengah perjalannya menuju Heibon sesuatu bergerak-gerak dari dalam tasnya. Dengan pelan ia membuka zipper  tas itu dan di dapatinya sosok anjing kecil berwarna biru tua, Ren –begitu nama Allmatenya-.
“Aoba.” Sapa Ren dengan lidah pink yang menjulur.
“Ren, aku tak ingat telah menghidupkanmu.”
“Aoba tidak sengaja menekan tombol ketika sedang mengambil uang di dalam tas.” Ucap Ren datar dan Aoba mengingatnya.
“Ah iya, gomen Ren.” Ia tersenyum kepada Allmate yang sudah menemaninya sejak berumur 10 tahun itu.
“Aoba...”
Doushita Ren ?”
“Apa kau yakin kau baik-baik saja dengan semua ini ?” perkataan Ren sontak membuat Aoba berhenti berjalan.
“Ren...” Aoba menunduk. “Aku baik-baik saja Ren.....mungkin.”
Segera Aoba mematikan Ren. “Maaf Ren.” Dengan senyum yang dipaksakan ia kembali berjalan.

------------------

Hari ini masih sama saja dengan hari-hari kemarin. Aoba yang duduk di belakang meja kasir dengan sesekali memainkan game untuk mengusir kejenuhan. Heibon memang tak terlalu banyak pengunjung, kebanyakan mereka memesan barang via telepon dan beberapa waktu kemudian Aoba atau terkadang Haga-san yang mengantarkannya ke pemesan. Dan seperti biasa pula trio ‘pembuat onar’ muncul dan membuat Aoba naik pitam karena mereka berlarian di dalam tokonya.

Omae ra ! sudah kubilang berapa kali jangan berlarian di dalam toko !” teriaknya yang hanya disusul nada menjengkelkan dari Kio, Nao dan Mio.
Urusai na !”
“Aoba tidak asyik.”
“Orang dewasa memang menjengkelkan.”
Dan begitulah terjadi keributan di dalam Heibon sampai pada akhirnya mereka bertiga berlari keluar ketika Aoba sudah sangat marah dan berteriak kencang kepada mereka.

“Dasar anak-anak menyusahkan!”
Mungkin Aoba masih bisa mengalihkan rasa sakit hati serta kehilangan itu dengan aktifitas sehari-harinya. Namun tetap saja sosok pemuda berambut putih itu tak bisa hilang dari dalam fikirannya. Clear terlalu berat untuk dilupakan dengan mudah. Entah itu semua perkataannya, senyumannya, bahkan sentuhannya. Aoba tak bisa dan tak akan pernah bisa untuk menghapus segala memori begitu saja. Clear lah penyebab ini semua. Ia yang menyebabkan Aoba menjadi ‘gila’ seperti ini. Dulu ia yang memberikan semuanya kepada Aoba, dan kini setelah perasaan itu muncul Clear menghilang begitu saja. Meninggalkan sepucuk surat dan sebuah boneka jellyfish di beranda kamarnya. Dan sejak saat itu Aoba tak pernah bisa menemukan pemuda dengan gas mask yang terkadang ia pakai itu. Entah sudah berapa kali Aoba ke rumah Clear namun tak ada siapa-siapa disana. Entah sudah berapa puluh kali Aoba terdiam di beranda kamarnya di lantai 2, menunggu Clear. Dan entah sudah berapa kali Aoba mencari Clear di setiap sudut pulau Midorijima –tempatnya tinggal- dan ia tetap tak bisa menemukan Clear. Clear hanya bisa muncul di fikiran Aoba, ia hanya bisa muncul di khayalan serta memorinya. Ia tak pernah muncul lagi secara nyata di depannya.
Setiap malam ketika akan berangkat tidur tak lupa ia menyelipkan doa, berharap ia bisa bertemu dengan Clear walau pun itu semua hanya lewat mimpi. Dibacanya berulang-ulang kali sepucuk surat dari Clear yang sampai saat ini Aoba tak tahu apa maksudnya.

Di lembutnya angin yang berhembus. Ku temukan sebuah benda berharga yang tak ternilai harganya. Aku tahu suatu saat tangan ini tak akan bisa lagi merasakan kehangatan. Tapi aku percaya di atas sana ia akan selalu melihat bintang dan menunggunya untuk di genggam.”

  Lagi. Kesepian itu muncul memenuhi setiap rongga tulang-tulangnya serta setiap tetes darahnya. Saraf-saraf otaknya tak mampu berpikir lagi jika rasa itu muncul kembali. Bukan hanya Aoba yang merasakan, melainkan hampir semua orang yang dekat dengannya. Meskipun mereka tak merasakan perasaan kehilangan akan Clear layaknya Aoba, namun yang mereka rasakan justru perubahan drastis sikap dan sifat Aoba.
Aoba menjadi lebih pendiam, Aoba menjadi sering melamun, Aoba menjadi tak bersemangat, Aoba sudah tak seperti dulu, serta bla bla bla. Bukan hanya Tae dan Ren yang selalu menanyakan keadaan Aoba melainkan juga Haga-san, Koujaku, Mizuki, Yoshie-san serta terkadang Noiz yang terkadang mampir ke Heibon hanya untuk sekedar mengucapkan ‘hi’ kepada Aoba. Bukan berarti Aoba selalu diam ketika menjawab semua pertanyaan-pertanyaan mereka, ia selalu dan  selalu mengelak. Ia tak ingin berbagi dengan orang lain tentang kesepiannya, yaah meskipun sekarang secara tidak langsung orang-orang di sekitarnya telah merasakan dampak dari kesepian Aoba.

“Hhhh..” Aoba menghembuskan nafas pelan. Ia kembali duduk di balik meja kasir setelah ‘insiden’ hariannya itu. Pikirannya kembali melayang entah kemana, meninggalkan kenyataan di dunia yang ia pijak sekarang. Jika saja Aoba tak pernah bertemu dengan Clear hari itu maka ia tak akan pernah seperti ini. Namun ia menyadari bahwa jika ia tak pernah bertemu dengan Clear mungkin sampai sekarang ia tak akan memiliki perasaan menggilitik namun menyakitkan seperti ini.

“Bukankah semua yang terjadi memiliki alasan tersendiri. Dan alasanku ada disini adalah untuk ada di samping Aoba-san. Melindungi Aoba-san, serta selalu membuat Aoba-san tersenyum.”

Tiba-tiba saja kata-kata dari Clear itu muncul begitu saja di kepalanya. Pernyataan yang waktu itu membuat Aoba merona sendiri. Apalagi Clear memasang wajah serius ketika mengucapnya –biasanya Clear terlihat seperti anak-anak untuk Aoba-. Kau pembohong Clear, batin Aoba. Kata-kata Clear sudah seperti angin yang hanya lewat begitu saja. Pada awalnya memang menyejukkan dan membuat nyaman, namun pada akhirnya ia hilang dan meninggalkan rasa panas.

“Aoba...” ujar seseorang yang kini sudah berada di depan meja kasir. Aoba tak menyadari keberadaan sosok itu sampai orang itu menyapa Aoba dengan keras. Segera pikiran yang sedari tadi pergi entah kemana kembali ke dunia dimana ia berada.
Aoba menoleh dengan cepat. Sosok yang sangat familiar.
“Ngh...Koujaku.”
Koujaku, teman masa kecil Aoba kini telah berdiri dengan tegap di depan Aoba. Raut wajah Koujaku masih sama dengan beberapa bulan yang lalu, mengkhawatirkan Aoba. Koujaku bukan tak ingin bertanya namun sepertinya ia sudah tahu dengan jawaban apa yang akan ia dengar dari bibir pemuda dengan tinggi 175 cm itu ‘Aku baik-baik saja Koujaku.’ atau ‘Kau seperti wanita tua saja, cerewet.’ Oleh karena itu ia sudah tak ingin bertanya lagi. Tapi dalam hatinya ia tetap tak tega melihat Aoba menderita seperti ini. Koujaku bukannya tak peka, ia mengetahui pasti ini semua berhubungan dengan Clear. Pemuda dengan scraft kuning itu memang baru sebentar ia kenal, namun ia menyadari keberadaan Clear telah membuat perasaan lain pada diri Aoba, bahkan Koujaku berani bertaruh bahwa Clear juga merasakan hal yang sama dengan apa yang Aoba rasakan.
Aoba memandang heran Koujaku, “Koujaku, tak seperti kau kesini di waktu kerja seperti ini ? Ada apa ?”
“Ah tidak, aku hanya mampir sebentar dan ingin memastikan keadaanmu.”
Aoba membulatkan mata, “eh ? keadaanku ?”
Raut muka Koujaku seperti biasanya, datar namun di mata terdapat suatu kekhawatiran. Ia tak menjawab, hanya tatapan itu yang seolah menjawab pertanyaan Aoba.
“Haaah...kau ini apa-apaan sih. Aku baik seperti kemarin, kemarinnya lagi dan kemarinnya lagi.”
Tidak Koujaku, aku tidak sedang baik-baik saja. Entah hari ini, kemarin, kemarin, dan kemarinnya lagi. Aku tak pernah baik-baik saja.’
“Aoba....” Koujaku berkata lembut. “Kau tahu, aku sudah mengenalmu ketika kita masih kecil. Aku sudah tidak bisa menganggapmu sebagai sekedar teman atau sahabat. Kau sudah kuanggap seperti adikku sendiri, jadi apa yang sedang kau sembunyikan pun aku bisa mengetahuinya dengan melihat kedua matamu.” Perkataan Koujaku tersebut membuat Aoba terdiam mematung.
Melihat respon Aoba yang hanya terdiam itu membuat Koujaku semakin yakin dengan apa yang ia rasakan selama ini.
“Ini semua..pasti ada hubungannya dengan Clear kan ?” pertanyaan Koujaku secara to the point itu membuat Aoba langsung mendongakkan wajahnya ke manik ruby Koujaku, namun Aoba hanya terdiam dan tak mampu mengeluarkan suara yang ia tahan.
Koujaku menghela nafas “hhhh...aku tahu semuanya Ao—“

“Kalau memang ini semua tentang Clear, apa yang akan kau lakukan Koujaku ?” Aoba menundukkan kepalanya dan menatap lantai keramik berwarna coklat itu. “Dia....seenaknya saja memberiku ‘ini’ dan sekarang ia menghilang begitu saja. Lalu bagaimana aku bisa seperti biasanya ?!” Rasa sakit itu akhirnya Aoba keluarkan. Punggung Aoba sedikit bergetar dan Koujaku hanya bisa mengelus punggung itu dengan perlahan.

**chapter 1 END**



Doakan akan ada chapter berikutnya *eh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About