Jumat, 11 Juli 2014

[Fanfic] BUTTON START (BORN)

Fanfic untuk ulang tahun Leader. Semoga ia mendatkan ulang tahun yang menakjubkan.


Author            : Lycoris

Fandom          : BORN

Cast               : Ray, Ryoga, TOMO, K, KIFUMI

Genre             : Friendship


“Jadi ?” sebuah pertanyaan dilemparkan kepada ketiga anak laki-laki yang duduk melingkari meja setelah hampir 15 menit mereka berdiskusi.
“Ha ? Apa ?” tanya salah satu yang berambut pirang itu kepada ketiga temannya.
“Haaahh.” Si rambut hitam yang bertubuh lebih kecil hanya menghembuskan nafas. Kebiasaan, katanya dalam hati. “Fokus Ryoga, fokus !” katanya dengan sedikit penekanan.
Yang punya nama Ryoga pun hanya mendengus kesal “Huuh aku sudah fokus, tapi Tomo yang memang tidak jelas.”
“Ha ? apa katamu ?” yang terlihat paling tinggi itu pun melotot ke anak laki-laki yang berada tepat di depannya.

Bletak
Sebuah jitakan dengan sempurna mengenai kepala Ryoga
It—itte na, kau jahat Tomo. Apa salahku ?!” rintih Ryoga sambil memegangi puncak kepalanya yang baru saja terkena jurus andalan Tomo.
Melihat kedua temannya melakukan rutinitas hariannya membuat salah satu dari mereka akhirnya angkat suara.
Maa sudahlah, kita kalau seperti ini terus tidak akan mendapatkan gitaris lagi.”
“Yang dikatakan Kifumi benar, berhentilah bertingkah seperti anak SMP.” Si rambut hitam itu pun membenarkan.
“Kifumi, K, kalian tau sendiri kan si dungu Ryoga ini memang selalu membuat masalah. Disaat kita serius membicarakan band kita, dia dengan enaknya hanya berkata ‘Ha ? Apa?” kedua mata Tomo mengintimidasi Ryoga. Dan yang dibicarakan hanya menggembungkan pipinya sambil menunduk, seperti biasanya.
Ryoga tak mau kalah, segera ia menatap lawan abadinya itu. “Tapi aku tadi memang tidak mendengar kau berkata dengan jelas. Sudah tau kedua telingaku sedang mendengarkan lagu.”
“Tapi kau harusnya sudah tau kalau kita sedang mengadakan rapat penting. Kau seharusnya melepas headsetmu itu Ryo-chan.” Tomo semakin menjadi. Dan Ryoga sudah berdiri dari kursinya, bila sudah seperti ini Kifumi dan K hanya bisa menghembuskan nafas berdua.
“Pertempuran dimulai....” ucap mereka berdua bersamaan, dan tak lama setelah itu adu mulut Tomo dan Ryoga pun dimulai.
“Sudah kubilang jangan memanggilku seperti itu !” Ryoga menggebrak meja, diikuti Tomo yang hanya tersenyum mengejek ke arah Ryoga.
“Tapi itu memang namamu kan Ryo----chan.” Tomo semakin merasa menang mengejek Ryoga yang memang dari dulu tak pernah suka dipanggil dengan Ryo-chan.
Ruangan kelas yang sudah sepi itu menjadi gaduh karena suara emosi Ryoga dan suara mengejek Tomo. Kifumi dan K lebih memilih membaca majalah musik yang mereka bawa sambil mendengarkan lagu dengan menggunakan headset. Ini adalah cara yang paling ampuh untuk ‘melarikan diri’ dari pertempuran sengit Tomo dan Ryoga.

Braak
Kali ini Ryoga menggebrak meja dengan sangat keras, membuat Tomo kali ini diam dan membenarkan posisi duduknya. Kifumi dan K melepas headset mereka masing-masing dan duduk menghadap Ryoga.
Ryoga akan berkata serius, batin mereka bertiga.
“Kali ini akan aku cari gitaris yang benar-benar pas untuk kita.” Ujar Ryoga mantap menatap ketiga temannya.
“Kau yakin ?” Kifumi bertanya.
“Ini kesempatan terakhirmu Ryoga.” K menambahi.
Ryoga diam sejenak, “....yakin, sangat yakin!”
Tomo pun berdiri. “Baiklah kau yang mencari, tapi kali ini jangan salah lagi. Aku sudah lelah jika harus berganti-ganti gitaris baru dalam waktu satu minggu ini. Total sudah ada 3 gitaris yang kau bawa dan mereka berantakan semua.” Diambilnya tas miliknya dan Tomo bersiap pergi.
“Aku tak akan mengecewakan kalian, tapi berikan aku waktu 3 hari.”
Tomo yang sudah akan keluar kelas itu pun segera membalikkan badannya dan menatap tajam Ryoga.
“Tiga hari ? itu terlalu lama.”
“Tapi aku yakin ‘dia’ orang yang tepat, aku berani bertaruh.” Kedua manik Ryoga menatap yakin ke arah Tomo.
             Tomo pun memunggungi Ryoga dan mulai mengambil langkah. “2 hari tidak lebih.” Ucapnya sampai pada akhirnya ia hilang dari kelas itu.
            Ryoga tersenyum, “aku tak akan mengecewakanmu lagi.” Sedangkan Kifumi dan K hanya bisa diam menatap keduanya.
       Sore itu entah kenapa Ryoga bisa sedikit puas, meskipun gitaris yang mereka berempat belum ditemukan tapi dalam diri Ryoga ia sudah yakin bahwa anak laki-laki itu adalah jawabannya.



             “Tidak, terima kasih !” ditutupnya dengan kasar buku tebal yang disampulnya tertulis “Chemistry” itu.
                “Ayolah, kau satu-satunya orang yang pas menjadi rhytm gitaris kami.” Mohon anak laki-laki yang tak lain adalah Ryoga.
                “Sudah ku katakan aku tak tertarik bergabung dengan band.” Segera anak laki-laki itu membereskan buku-buku yang baru ia baca di sudut meja. Penjaga perpustakaan akan sangat marah jika buku-buku itu berantakan.
                Ryoga tak mau kalah, karena kali ini ia tak akan salah pilih orang lagi. “Lalu tempo hari yang kau lakukan di studio musik kelas 3 apa ?” Ryoga setengah berteriak dan langsung mendapat tatapan horror dari anak-anak lain yang berada di perpustakaan, tapi Ryoga tak mempedulikannya. Karena baginya sekarang yang jauh lebih penting adalah anak laki-laki yang berada di depannya.
              Tanpa menunggu aba-aba anak laki-laki yang tingginya tak lebih dari Ryoga itu pun menggeret paksa lengan Ryoga, yang terpenting mereka berdua keluar dari perpustaan.
                 Setelah di rasa aman ia pun melepaskan tangan Ryoga dan langsung menatap tajam mata Ryoga.
            “Dengar, sekali lagi aku tegaskan, aku sama sekali tak tertarik bergabung dengan band apalagi denganmu, dan aku tak mengerti dengan apa yang kau bicarakan. Jadi berhentilah memaksaku untuk ikut denganmu.” Anak laki-laki itu berkata dengan sangat jelas, sengaja agar Ryoga mengerti dan tak menganggunya lagi. Tapi bukan Ryoga jika ia berenti hanya karena itu.
              “Aku mendengarnya, aku mendengarkanmu memainkan gitar di studio kelas 3 tempo hari, bukannya sudah ku katakan tadi huh ?”
Deg
“Ray, itu namamu kan. Permainanmu sangat keren. Apa kau akan menyia-nyiakannya ? dan aku mengajakmu karena selera musik kita sama.” Ryoga berkata serius dan hanya diikuti kediaman Ray.
“......”
“Aku tak akan berhenti untuk membujukmu Ray, pastikan itu.” Ryoga pun beranjak meninggalkan Ray seiring dengan bel sekolah yang telah berbunyi, menandakan waktu untuk istirahat telah usai.
Ray masih diam di depan tangga, perkataan Ryoga masih terngiang di kepalanya. Sangat jarang ada orang yang mengakui permainan gitar Ray karena ia memang hampir tak pernah menunjukkannya di depan umum. Anak laki-laki berambut coklat gelap itu lebih memilih sendirian ketika memainkan gitar. Dan sepertinya ia ‘ketahuan’ memainkan gitar di studio musik milik kelas 3 sore itu, padahal ia sudah memastikan tidak ada orang di sekolah saat jam itu.
Fikirannya tak fokus ketika ia memasuki kelasnya bahkan ketika mata pelajaran dimulai pun ia yang duduk di samping jendela hanya menatap kosong buku Kimia miliknya.
“Apa kau akan menyia-nyiakannya ?”
“Aku tak akan berhenti untuk membujukmu Ray, pastikan itu.”
Kata-kata anak laki-laki yang tak dikenalnya masih saja berputar-putar di kepalanya.
“Apa benar ini bukti bahwa aku menginginkan bergabung dengan band anak itu ?” ia bergumam sendiri.
“Aaaaa itu tidak mungkin, aku sudah berjanji akan menjadi guru bukan menjadi anak band !” tak sadar Ray berteriak di dalam kelas. Kontan saja seisi kelas plus seorang guru perempuan paruh baya memelototinya.
“Ray-san apa kau tidak ingin mengikuti pelajaranku ? kalau tidak ingin jangan berteriak lebih baik kau keluar dari kelas.” Perkataan guru Kimia kontan saja membuat wajah Ray merah padam menahan malu dan teman-teman sekelasnya hanya tertawa mengejeknya.
Summimasen, summimasen...” Ray menunduk dalam-dalam dan menahan malu.


Siang itu Ryoga kembali mencari Ray, dengan tekad yang melebihi kemarin dengan penuh percaya diri ia menghampiri kelas Ray 2-1.
“Permisi, apa Ray ada ?” teriaknya ke seantero kelas yang langsung saja ditatap penghuni kelas termasuk Ray yang sedang menikmati roti sambil membaca bukunya.
“Hkkkk.” Ray tersedak, rotinya tersendat di tenggorokannya, segera ia mengambil air mineral yang ada di depannya dan diminumnya hingga roti itu meluncur dari kerongkongannya.
“Haahh anak itu lagi.” Ia mendengus kesal. Sedangkan Ryoga dengan santai berjalan menghampiri Ray dengan wajah ‘sok kenalnya’.
“Yosh Ray-chan...” sapa Ryoga dan ia pun langsung duduk di depan tempat duduk Ray.
“Hhhaah ? Apa-apaan kau memanggilku Ray-chan ! aku mengenalmu saja tidak.” Ray pun melanjutkan membaca buku catatannya. Sudah cukup kesialan yang anak ini berikan kemarin.
“Haha maaf aku lupa memberi tahu siapa namaku. Ryoga, kelas 2-4. Wajar bila kau tak mengenalku, kelasku dipenuhi oleh anak-anak bandel yang tidak seperti kelasmu ini yang dipenuhi anak-anak pintar semua.” Ryoga mengedarkan pandangannya menatap ke anak-anak yang sedang membaca bukunya meskipun ini jam istirahat, sangat berbeda dengan kelasnya.
“Sudah aku katakan aku tak ingin bergabung.” Acuh Ray sambil membalik halaman berikutnya. Tiba-tiba Ryoga merebut buku catatan yang Ray pegang.
“Apa semua anak pintar mengesalkan huh ?” tanpa menunggu persetujuan Ray, Ryoga berdiri dan menarik lengan Ray.
“Woi lepaskan aku !” Ray memberontak. Namun sial sepertinya tenaga Ryoga lebih besar darinya. Adegan itu hanya bisa disaksikan para mata dan mereka hanya diam sambil sesekali berbisik-bisik.
Sudah cukup gara-gara Ryoga kemarin Ray menahan malu dan sekarang gara-gara Ryoga pula ia menjadi bahan tontonan gratis. Ray hanya bisa menunduk sambil menyembunyikan wajahnya.

Sampai, Ryoga melepaskan tangannya dari lengan Ray. Sedikit meninggalkan bekas merah disana. Ray hampir saja protes kalau saja ia tak menyadari bahwa ia sekarang ada di mana.

“Studio 3”

Ray terdiam beberapa saat hingga melupakan Ryoga yang kini tengah tersenyum.
“Sore itu aku kembali ke sekolah karena pensilku satu-satunya tertinggal di dalam kelas. Pensil itu sangat berharga, karena dengannya aku bisa membuat lagu yang kami berempat mainkan.” Ryoga menyenderkan punggungnya ke tembok dan menatap pemandangan dari lantai 2 itu.
Ray masih tak terdiam, kali ini ia sedikit melunak dan berusaha mendengarkan cerita Ryoga.
“Kau tau aku adalah vokalis bandku, Tomo ia drummer, Kifumi seorang bassis dan K ia adalah leader gitaris. Aku dan Tomo adalah teman masa kecil, sedangkan Kifumi dan K aku mengenalnya ketika memasuki bangku SMA. Bersama mereka bulan lalu band kami terbentuk meskipun kami merasa kami masih kurang. Yaah kami kurang seorang rhytm gitaris.” Ryoga memberi jeda. Angin siang itu membuat beberapa helai rambutnya terangkat.
“Sebulan ini aku yang bertugas mencari seorang gitaris karena mereka merasa bahwa aku yang memang akan lebih banyak bekerja dengannya. Dan seminggu belakangan kami sudah bergonta ganti 3 orang karena permainan mereka sangat buruk.”
“Lalu sore itu tanpa sengaja aku mendengarkan suara gitar dari dalam sini karena penasaran aku pun mengintipnya, dan----itu kau Ray. Kau sangat hebat, permainan yang kau ciptakan sesaat membuatku terdiam. Dan saat itu pula aku tanpa sadar berkata ‘ini dia yang kami cari’.” Ryoga menoleh ke arah Ray.
“Tapi dulu beberapa orang bilang permainan gitarku berisik, makanya aku tak pernah memainkannya di depan orang banyak.” Ray akhirnya bersuara setelah mendengar cerita Ryoga.
Ryoga tersenyum lalu menghampiri Ray, “itu pula yang orang lain bilang kepadaku, Tomo, Kifumi dam K. Tapi itulah aliran musik kami, dan kau, kau adalah orang yg tepat. Denganmu, kita akan membuat musik yang orang lain bisa mengakui dan menikmatinya. Dengan permainan gitarmu, suaraku, dentuman bass Kifumi, hentakan pedal Tomo serta alunan nyaring gitar K aku yakin kita akan menjadi band yang hebat suatu saat lagi.”
Kali ini Ray tak bisa berkata apa-apa, apa yang Ryoga katakan memang benar. Ray kecil dulu sangat menginginkan menjadi musisi rock oleh karenanya ia belajar sendiri memainkan gitar akustik dan gitar listrik meskipun banyak orang-orang yang memaki permainan berisiknya. Oleh karena itu ia menghentikan mimpinya dan membuat mimpi baru. Tapi kini di hadapannya berdiri seorang anak laki-laki sebayanya yang dengan senang hati mengajaknya untuk bergabung dalam band. Menggali kembali cita-cita yang pernah kandas. Ray ragu apakah ia akan menerimanya atau tidak.
“Aku tidak tau Ryoga.”
Ryoga menatap intens Ray, “kau hanya belum yakin itu saja.” Di tepuknya bahu kanan Ray.
“Besok saat jam istirahat kami akan menunggumu disini, jika kau datang berarti kau menerima tawaranku dan kembali membuat mimpimu. Namun jika kau tak datang maka kau selamanya akan mengubur mimpimu itu.” Setelah mengatakan hal itu Ryoga pun berlalu meninggalkan Ray yang masih dibuat bimbang dengan mimpinya.


“Kau yakin dia akan datang ?” Kifumi berjongkok sambil memainkan tali sepatunya.
“Un aku yakin dia pasti datang, aku bisa melihatnya dari kedua matanya.”
Bletak
Sebuah jitakan kembali mendarat dengan sempurna di kepalanya dan pelakunya siapa lagi kalau bukan Tomo.
“Jangan yakin dulu sebelum hal itu benar-benar terjadi.” Tanpa rasa berdosa Tomo kemudian berdiri di samping K di depan pintu studio yang kosong itu.
Itte— yang ini benar-benar sakit !” Ryoga berteriak ke arah Tomo.
Mereka berempat pun hanya bisa menunggu. 5 menit 10 menit hingga waktu istirahat pun hampir berakhir.
Ryoga sama sekali tak ada tampang keresahan, karena ia yakin Ray akan datang, pasti.
“Oi Ryoga mau sampai kapan kita menunggu, sepertinya dia tak akan datang, 2 menit lagi waktu istirahat akan habis.” K melihat ke jam tangannya.
“Sebentar lagi, dia pasti da—“
“Maaf aku terlambat, aku harus ke ruang guru tadi.” Ray berlari menghampiri mereka berempat.
Datang, ya Ray si anak laki-laki yang mereka berempat tunggu pun akhirnya datang.
.
.
.
.
.
.
.
.
Di tutupnya album foto itu. Namun ada sebuah senyuman manis terukir di wajah pria berambut merah itu. 9 tahun yang lalu dia dan keempat temannya memulai semuanya. Keempat anak kelas 2 SMA yang mencoba meniti tangga menuju mimpi mereka. Segala keringat, air mata, dan tawa terbayar sudah. Meskipun belum seperti yang mereka inginkan tapi mimpi itu toh memperlihatkan nyatanya. Musik mereka diakui dan dinikmati semua orang, itu yang membuat mereka tersenyum puas atas kerja keras selama ini. Meskipun harus berganti nama 3 kali tapi mereka masihlah sama, Ryoga yang masih sama, Tomo yang masih sama, K yang masih sama dan Ray yang masih sama. Hanya Kifumi yang kini memiliki jalan lain, jalan meskipun berbeda tapi mimpi dan harapan yang masih sama. Meskipun mereka tak berlima seperti saat Ray datang di depan studio musik kelas 3 tapi yang mereka yakini masih sama.
“Kau yang akan menjadi leader kami Ray. Karena kami lihat kau yang paling pintar di antara kita berlima.”
Perkataan Ryoga yang memang sedikit ‘nyeleneh’ itulah yang menjadikan Ray menjadi seorang Leader sampai sekarang.
Ray tak bisa memungkiri bahwa sekarang mereka tak bisa lagi kembali di hari itu. Hari ini dan esok lah yang harus ia hadapi sekarang. Mungkin suatu saat mereka berempat akan mengambil jalan seperti Kifumi, tapi yang terpenting saat ini ia, Ryoga, Tomo dan K lakukan adalah membuat musik yang bisa disampaikan kepada semua orang. Karena melalui musik lah mereka berbicara.
“Hoaam..” Ray menguap. Di lihatnya jam dinding yang menempel di dinding abu-abunya, pantas saja ia sudah mengantuk, jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi.
Kebiasaan buruknya, ia baru bisa tidur di atas jam 2 pagi. Hal serupa juga terjadi pada rekan-rekan musisinya.
Ia pun beranjak ke kamar tidurnya. Baru saja ia akan membuka pintu kamar tidurnya, bel apatonya berbunyi.
“Ck siapa yang bertamu di jam seperti ini.” Dengan malas ia pun berjalan ke depan pintu.
Krek
Pintu pun ia buka.
Otanjoubi Omedetou Leader-chan !!” serempak Ryoga, Tomo, K dan— Kifumi mengagetkan Ray dengan ucapan ulang tahunnya.
Sebuah kue tart putih dengan tulisan ‘tanjoubi omedetou Leader’ beserta beberapa lilin kecil yang menyala berada di kedua tangan Ryoga. Tak lupa dua buah konfeti yang masing-masing di bawa oleh Tomo dan K yang berhasil membuat Ray terkaget. Serta tak lupa pula beberapa bir yang berada di dalam kantong plastik yang Kifumi bawa.
Ray masih terdiam di depan pintunya dan hanya disertai tatapan bengong keempat temannya.
Ne Ray, daijobu ?” Tomo mengibas-ngibaskan telapak tangannya di depan wajah Ray.
“U—un aku tidak apa-apa.....Arigatou minna.” Ray tersenyum dengan sebutir air mata yang jatuh dari manik coklat tuanya.


 Dan hari itu mereka berlima larut dalam pesta kecil yang sengaja Ryoga, Tomo, K dan Kifumi siapkan. Kifumi yang jauh-jauh datang dari kota tempat tinggalnya malam itu bercerita tentang apa saja yang ia lakukan. Ryoga bernyanyi tak jelas karena efek bir, Tomo beberapa kali melemparkan pernyataan kepada Ray tentang masa-masa SMA mereka dulu dan hanya disambut tawa lebar dari teman-temannya yang lain, sedangkan K ia berhasil membuat Ray malu hari itu. Ray di foto dengan memakai pakaian perempuan yang sengaja K siapkan, dan tak lupa beberapa make-up tebal hasil perbuatan Kifumi dan Tomo. Sebuah acara kecil namun sangat berkesan bagi Ray, setiap tahun yang berbeda namun makna yang sama. Sebuah cerita baru yang siap ia masukkan ke dalam buku album kenangan yang ia simpan di memorinya. 


---OWARI---




Hwaaa iya tau ini sudah telat satu hari, tapi karena kemarin memang tidak bisa online buat posting jadinya memang di posting sekarang. Maaf untuk segala kegaringannya karena memang cuma sehari bikinnya dan langsung jadi *inspirasi minggu2 ini hilang entah kemana*.
dan sekali lagi,

HAPPY BIRTHDAY Ray !!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About