Fanfic untuk
ulang tahun Leader. Semoga ia mendatkan ulang tahun yang menakjubkan.
Author : Lycoris
Fandom : BORN
Cast : Ray, Ryoga, TOMO, K, KIFUMI
Genre : Friendship
“Jadi ?” sebuah
pertanyaan dilemparkan kepada ketiga anak laki-laki yang duduk melingkari meja
setelah hampir 15 menit mereka berdiskusi.
“Ha ? Apa ?” tanya
salah satu yang berambut pirang itu kepada ketiga temannya.
“Haaahh.” Si
rambut hitam yang bertubuh lebih kecil hanya menghembuskan nafas. Kebiasaan,
katanya dalam hati. “Fokus Ryoga, fokus !” katanya dengan sedikit penekanan.
Yang punya
nama Ryoga pun hanya mendengus kesal “Huuh aku sudah fokus, tapi Tomo yang
memang tidak jelas.”
“Ha ? apa
katamu ?” yang terlihat paling tinggi itu pun melotot ke anak laki-laki yang
berada tepat di depannya.
Bletak
Sebuah jitakan
dengan sempurna mengenai kepala Ryoga
“It—itte na, kau jahat Tomo. Apa salahku
?!” rintih Ryoga sambil memegangi puncak kepalanya yang baru saja terkena jurus
andalan Tomo.
Melihat kedua
temannya melakukan rutinitas hariannya membuat salah satu dari mereka akhirnya
angkat suara.
“Maa sudahlah, kita kalau seperti ini
terus tidak akan mendapatkan gitaris lagi.”
“Yang
dikatakan Kifumi benar, berhentilah bertingkah seperti anak SMP.” Si rambut
hitam itu pun membenarkan.
“Kifumi, K,
kalian tau sendiri kan si dungu Ryoga ini memang selalu membuat masalah. Disaat
kita serius membicarakan band kita, dia dengan enaknya hanya berkata ‘Ha ?
Apa?” kedua mata Tomo mengintimidasi Ryoga. Dan yang dibicarakan hanya
menggembungkan pipinya sambil menunduk, seperti biasanya.
Ryoga tak mau
kalah, segera ia menatap lawan abadinya itu. “Tapi aku tadi memang tidak
mendengar kau berkata dengan jelas. Sudah tau kedua telingaku sedang
mendengarkan lagu.”
“Tapi kau
harusnya sudah tau kalau kita sedang mengadakan rapat penting. Kau seharusnya
melepas headsetmu itu Ryo-chan.” Tomo semakin menjadi. Dan Ryoga sudah berdiri
dari kursinya, bila sudah seperti ini Kifumi dan K hanya bisa menghembuskan
nafas berdua.
“Pertempuran
dimulai....” ucap mereka berdua bersamaan, dan tak lama setelah itu adu mulut
Tomo dan Ryoga pun dimulai.
“Sudah
kubilang jangan memanggilku seperti itu !” Ryoga menggebrak meja, diikuti Tomo
yang hanya tersenyum mengejek ke arah Ryoga.
“Tapi itu
memang namamu kan Ryo----chan.” Tomo
semakin merasa menang mengejek Ryoga yang memang dari dulu tak pernah suka
dipanggil dengan Ryo-chan.
Ruangan kelas
yang sudah sepi itu menjadi gaduh karena suara emosi Ryoga dan suara mengejek
Tomo. Kifumi dan K lebih memilih membaca majalah musik yang mereka bawa sambil
mendengarkan lagu dengan menggunakan headset. Ini adalah cara yang paling ampuh
untuk ‘melarikan diri’ dari pertempuran sengit Tomo dan Ryoga.
Braak
Kali ini Ryoga
menggebrak meja dengan sangat keras, membuat Tomo kali ini diam dan membenarkan
posisi duduknya. Kifumi dan K melepas headset mereka masing-masing dan duduk
menghadap Ryoga.
Ryoga akan
berkata serius, batin mereka bertiga.
“Kali ini akan
aku cari gitaris yang benar-benar pas untuk kita.” Ujar Ryoga mantap menatap
ketiga temannya.
“Kau yakin ?”
Kifumi bertanya.
“Ini
kesempatan terakhirmu Ryoga.” K menambahi.
Ryoga diam
sejenak, “....yakin, sangat yakin!”
Tomo pun
berdiri. “Baiklah kau yang mencari, tapi kali ini jangan salah lagi. Aku sudah
lelah jika harus berganti-ganti gitaris baru dalam waktu satu minggu ini. Total
sudah ada 3 gitaris yang kau bawa dan mereka berantakan semua.” Diambilnya tas
miliknya dan Tomo bersiap pergi.
“Aku tak akan mengecewakan
kalian, tapi berikan aku waktu 3 hari.”
Tomo yang
sudah akan keluar kelas itu pun segera membalikkan badannya dan menatap tajam
Ryoga.
“Tiga hari ?
itu terlalu lama.”
“Tapi aku
yakin ‘dia’ orang yang tepat, aku berani bertaruh.” Kedua manik Ryoga menatap
yakin ke arah Tomo.
Tomo
pun memunggungi Ryoga dan mulai mengambil langkah. “2 hari tidak lebih.”
Ucapnya sampai pada akhirnya ia hilang dari kelas itu.
Ryoga
tersenyum, “aku tak akan mengecewakanmu lagi.” Sedangkan Kifumi dan K hanya
bisa diam menatap keduanya.
Sore
itu entah kenapa Ryoga bisa sedikit puas, meskipun gitaris yang mereka berempat
belum ditemukan tapi dalam diri Ryoga ia sudah yakin bahwa anak laki-laki itu
adalah jawabannya.
“Tidak,
terima kasih !” ditutupnya dengan kasar buku tebal yang disampulnya tertulis
“Chemistry” itu.
“Ayolah,
kau satu-satunya orang yang pas menjadi rhytm gitaris kami.” Mohon anak
laki-laki yang tak lain adalah Ryoga.
“Sudah
ku katakan aku tak tertarik bergabung dengan band.” Segera anak laki-laki itu
membereskan buku-buku yang baru ia baca di sudut meja. Penjaga perpustakaan
akan sangat marah jika buku-buku itu berantakan.
Ryoga
tak mau kalah, karena kali ini ia tak akan salah pilih orang lagi. “Lalu tempo
hari yang kau lakukan di studio musik kelas 3 apa ?” Ryoga setengah berteriak
dan langsung mendapat tatapan horror dari anak-anak lain yang berada di perpustakaan,
tapi Ryoga tak mempedulikannya. Karena baginya sekarang yang jauh lebih penting
adalah anak laki-laki yang berada di depannya.
Tanpa
menunggu aba-aba anak laki-laki yang tingginya tak lebih dari Ryoga itu pun
menggeret paksa lengan Ryoga, yang terpenting mereka berdua keluar dari
perpustaan.
Setelah
di rasa aman ia pun melepaskan tangan Ryoga dan langsung menatap tajam mata
Ryoga.
“Dengar,
sekali lagi aku tegaskan, aku sama sekali tak tertarik bergabung dengan band
apalagi denganmu, dan aku tak mengerti dengan apa yang kau bicarakan. Jadi
berhentilah memaksaku untuk ikut denganmu.” Anak laki-laki itu berkata dengan
sangat jelas, sengaja agar Ryoga mengerti dan tak menganggunya lagi. Tapi bukan
Ryoga jika ia berenti hanya karena itu.
“Aku
mendengarnya, aku mendengarkanmu memainkan gitar di studio kelas 3 tempo hari,
bukannya sudah ku katakan tadi huh ?”
Deg
“Ray, itu
namamu kan. Permainanmu sangat keren. Apa kau akan menyia-nyiakannya ? dan aku
mengajakmu karena selera musik kita sama.” Ryoga berkata serius dan hanya
diikuti kediaman Ray.
“......”
“Aku tak akan
berhenti untuk membujukmu Ray, pastikan itu.” Ryoga pun beranjak meninggalkan
Ray seiring dengan bel sekolah yang telah berbunyi, menandakan waktu untuk
istirahat telah usai.
Ray masih diam
di depan tangga, perkataan Ryoga masih terngiang di kepalanya. Sangat jarang
ada orang yang mengakui permainan gitar Ray karena ia memang hampir tak pernah
menunjukkannya di depan umum. Anak laki-laki berambut coklat gelap itu lebih
memilih sendirian ketika memainkan gitar. Dan sepertinya ia ‘ketahuan’
memainkan gitar di studio musik milik kelas 3 sore itu, padahal ia sudah
memastikan tidak ada orang di sekolah saat jam itu.
Fikirannya tak
fokus ketika ia memasuki kelasnya bahkan ketika mata pelajaran dimulai pun ia
yang duduk di samping jendela hanya menatap kosong buku Kimia miliknya.
“Apa kau akan menyia-nyiakannya ?”
“Aku tak akan berhenti untuk membujukmu Ray,
pastikan itu.”
Kata-kata anak
laki-laki yang tak dikenalnya masih saja berputar-putar di kepalanya.
“Apa benar ini
bukti bahwa aku menginginkan bergabung dengan band anak itu ?” ia bergumam
sendiri.
“Aaaaa itu
tidak mungkin, aku sudah berjanji akan menjadi guru bukan menjadi anak band !”
tak sadar Ray berteriak di dalam kelas. Kontan saja seisi kelas plus seorang
guru perempuan paruh baya memelototinya.
“Ray-san apa kau tidak ingin mengikuti
pelajaranku ? kalau tidak ingin jangan berteriak lebih baik kau keluar dari
kelas.” Perkataan guru Kimia kontan saja membuat wajah Ray merah padam menahan
malu dan teman-teman sekelasnya hanya tertawa mengejeknya.
“Summimasen, summimasen...” Ray menunduk
dalam-dalam dan menahan malu.
Siang itu
Ryoga kembali mencari Ray, dengan tekad yang melebihi kemarin dengan penuh
percaya diri ia menghampiri kelas Ray 2-1.
“Permisi, apa
Ray ada ?” teriaknya ke seantero kelas yang langsung saja ditatap penghuni
kelas termasuk Ray yang sedang menikmati roti sambil membaca bukunya.
“Hkkkk.” Ray
tersedak, rotinya tersendat di tenggorokannya, segera ia mengambil air mineral
yang ada di depannya dan diminumnya hingga roti itu meluncur dari
kerongkongannya.
“Haahh anak
itu lagi.” Ia mendengus kesal. Sedangkan Ryoga dengan santai berjalan
menghampiri Ray dengan wajah ‘sok kenalnya’.
“Yosh Ray-chan...” sapa Ryoga dan ia pun langsung
duduk di depan tempat duduk Ray.
“Hhhaah ?
Apa-apaan kau memanggilku Ray-chan !
aku mengenalmu saja tidak.” Ray pun melanjutkan membaca buku catatannya. Sudah
cukup kesialan yang anak ini berikan kemarin.
“Haha maaf aku
lupa memberi tahu siapa namaku. Ryoga, kelas 2-4. Wajar bila kau tak
mengenalku, kelasku dipenuhi oleh anak-anak bandel yang tidak seperti kelasmu
ini yang dipenuhi anak-anak pintar semua.” Ryoga mengedarkan pandangannya
menatap ke anak-anak yang sedang membaca bukunya meskipun ini jam istirahat,
sangat berbeda dengan kelasnya.
“Sudah aku
katakan aku tak ingin bergabung.” Acuh Ray sambil membalik halaman berikutnya.
Tiba-tiba Ryoga merebut buku catatan yang Ray pegang.
“Apa semua
anak pintar mengesalkan huh ?” tanpa menunggu persetujuan Ray, Ryoga berdiri
dan menarik lengan Ray.
“Woi lepaskan
aku !” Ray memberontak. Namun sial sepertinya tenaga Ryoga lebih besar darinya.
Adegan itu hanya bisa disaksikan para mata dan mereka hanya diam sambil
sesekali berbisik-bisik.
Sudah cukup
gara-gara Ryoga kemarin Ray menahan malu dan sekarang gara-gara Ryoga pula ia
menjadi bahan tontonan gratis. Ray hanya bisa menunduk sambil menyembunyikan
wajahnya.
Sampai, Ryoga
melepaskan tangannya dari lengan Ray. Sedikit meninggalkan bekas merah disana.
Ray hampir saja protes kalau saja ia tak menyadari bahwa ia sekarang ada di
mana.
“Studio 3”
Ray terdiam
beberapa saat hingga melupakan Ryoga yang kini tengah tersenyum.
“Sore itu aku
kembali ke sekolah karena pensilku satu-satunya tertinggal di dalam kelas.
Pensil itu sangat berharga, karena dengannya aku bisa membuat lagu yang kami
berempat mainkan.” Ryoga menyenderkan punggungnya ke tembok dan menatap
pemandangan dari lantai 2 itu.
Ray masih tak
terdiam, kali ini ia sedikit melunak dan berusaha mendengarkan cerita Ryoga.
“Kau tau aku
adalah vokalis bandku, Tomo ia drummer, Kifumi seorang bassis dan K ia adalah leader gitaris. Aku dan Tomo adalah
teman masa kecil, sedangkan Kifumi dan K aku mengenalnya ketika memasuki bangku
SMA. Bersama mereka bulan lalu band kami terbentuk meskipun kami merasa kami
masih kurang. Yaah kami kurang seorang rhytm
gitaris.” Ryoga memberi jeda. Angin siang itu membuat beberapa helai rambutnya
terangkat.
“Sebulan ini
aku yang bertugas mencari seorang gitaris karena mereka merasa bahwa aku yang
memang akan lebih banyak bekerja dengannya. Dan seminggu belakangan kami sudah
bergonta ganti 3 orang karena permainan mereka sangat buruk.”
“Lalu sore itu
tanpa sengaja aku mendengarkan suara gitar dari dalam sini karena penasaran aku
pun mengintipnya, dan----itu kau Ray. Kau sangat hebat, permainan yang kau
ciptakan sesaat membuatku terdiam. Dan saat itu pula aku tanpa sadar berkata
‘ini dia yang kami cari’.” Ryoga menoleh ke arah Ray.
“Tapi dulu beberapa
orang bilang permainan gitarku berisik, makanya aku tak pernah memainkannya di
depan orang banyak.” Ray akhirnya bersuara setelah mendengar cerita Ryoga.
Ryoga tersenyum
lalu menghampiri Ray, “itu pula yang orang lain bilang kepadaku, Tomo, Kifumi
dam K. Tapi itulah aliran musik kami, dan kau, kau adalah orang yg tepat.
Denganmu, kita akan membuat musik yang orang lain bisa mengakui dan
menikmatinya. Dengan permainan gitarmu, suaraku, dentuman bass Kifumi, hentakan
pedal Tomo serta alunan nyaring gitar K aku yakin kita akan menjadi band yang
hebat suatu saat lagi.”
Kali ini Ray
tak bisa berkata apa-apa, apa yang Ryoga katakan memang benar. Ray kecil dulu
sangat menginginkan menjadi musisi rock oleh karenanya ia belajar sendiri
memainkan gitar akustik dan gitar listrik meskipun banyak orang-orang yang
memaki permainan berisiknya. Oleh karena itu ia menghentikan mimpinya dan
membuat mimpi baru. Tapi kini di hadapannya berdiri seorang anak laki-laki
sebayanya yang dengan senang hati mengajaknya untuk bergabung dalam band.
Menggali kembali cita-cita yang pernah kandas. Ray ragu apakah ia akan
menerimanya atau tidak.
“Aku tidak tau
Ryoga.”
Ryoga menatap
intens Ray, “kau hanya belum yakin itu saja.” Di tepuknya bahu kanan Ray.
“Besok saat
jam istirahat kami akan menunggumu disini, jika kau datang berarti kau menerima
tawaranku dan kembali membuat mimpimu. Namun jika kau tak datang maka kau
selamanya akan mengubur mimpimu itu.” Setelah mengatakan hal itu Ryoga pun
berlalu meninggalkan Ray yang masih dibuat bimbang dengan mimpinya.
“Kau yakin dia
akan datang ?” Kifumi berjongkok sambil memainkan tali sepatunya.
“Un aku yakin
dia pasti datang, aku bisa melihatnya dari kedua matanya.”
Bletak
Sebuah jitakan
kembali mendarat dengan sempurna di kepalanya dan pelakunya siapa lagi kalau
bukan Tomo.
“Jangan yakin
dulu sebelum hal itu benar-benar terjadi.” Tanpa rasa berdosa Tomo kemudian berdiri
di samping K di depan pintu studio yang kosong itu.
“Itte— yang ini benar-benar sakit !”
Ryoga berteriak ke arah Tomo.
Mereka
berempat pun hanya bisa menunggu. 5 menit 10 menit hingga waktu istirahat pun
hampir berakhir.
Ryoga sama
sekali tak ada tampang keresahan, karena ia yakin Ray akan datang, pasti.
“Oi Ryoga mau
sampai kapan kita menunggu, sepertinya dia tak akan datang, 2 menit lagi waktu
istirahat akan habis.” K melihat ke jam tangannya.
“Sebentar
lagi, dia pasti da—“
“Maaf aku
terlambat, aku harus ke ruang guru tadi.” Ray berlari menghampiri mereka
berempat.
Datang, ya Ray
si anak laki-laki yang mereka berempat tunggu pun akhirnya datang.
.
.
.
.
.
.
.
.
Di tutupnya
album foto itu. Namun ada sebuah senyuman manis terukir di wajah pria berambut
merah itu. 9 tahun yang lalu dia dan keempat temannya memulai semuanya. Keempat
anak kelas 2 SMA yang mencoba meniti tangga menuju mimpi mereka. Segala
keringat, air mata, dan tawa terbayar sudah. Meskipun belum seperti yang mereka
inginkan tapi mimpi itu toh memperlihatkan nyatanya. Musik mereka diakui dan
dinikmati semua orang, itu yang membuat mereka tersenyum puas atas kerja keras
selama ini. Meskipun harus berganti nama 3 kali tapi mereka masihlah sama,
Ryoga yang masih sama, Tomo yang masih sama, K yang masih sama dan Ray yang
masih sama. Hanya Kifumi yang kini memiliki jalan lain, jalan meskipun berbeda
tapi mimpi dan harapan yang masih sama. Meskipun mereka tak berlima seperti
saat Ray datang di depan studio musik kelas 3 tapi yang mereka yakini masih
sama.
“Kau yang akan menjadi leader kami Ray.
Karena kami lihat kau yang paling pintar di antara kita berlima.”
Perkataan
Ryoga yang memang sedikit ‘nyeleneh’ itulah yang menjadikan Ray menjadi seorang
Leader sampai sekarang.
Ray tak bisa
memungkiri bahwa sekarang mereka tak bisa lagi kembali di hari itu. Hari ini
dan esok lah yang harus ia hadapi sekarang. Mungkin suatu saat mereka berempat
akan mengambil jalan seperti Kifumi, tapi yang terpenting saat ini ia, Ryoga,
Tomo dan K lakukan adalah membuat musik yang bisa disampaikan kepada semua
orang. Karena melalui musik lah mereka berbicara.
“Hoaam..” Ray
menguap. Di lihatnya jam dinding yang menempel di dinding abu-abunya, pantas
saja ia sudah mengantuk, jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi.
Kebiasaan
buruknya, ia baru bisa tidur di atas jam 2 pagi. Hal serupa juga terjadi pada
rekan-rekan musisinya.
Ia pun
beranjak ke kamar tidurnya. Baru saja ia akan membuka pintu kamar tidurnya, bel
apatonya berbunyi.
“Ck siapa yang
bertamu di jam seperti ini.” Dengan malas ia pun berjalan ke depan pintu.
Krek
Pintu pun ia
buka.
“Otanjoubi Omedetou Leader-chan !!”
serempak Ryoga, Tomo, K dan— Kifumi mengagetkan Ray dengan ucapan ulang
tahunnya.
Sebuah kue
tart putih dengan tulisan ‘tanjoubi
omedetou Leader’ beserta beberapa lilin kecil yang menyala berada di kedua
tangan Ryoga. Tak lupa dua buah konfeti yang masing-masing di bawa oleh Tomo
dan K yang berhasil membuat Ray terkaget. Serta tak lupa pula beberapa bir yang
berada di dalam kantong plastik yang Kifumi bawa.
Ray masih terdiam
di depan pintunya dan hanya disertai tatapan bengong keempat temannya.
“Ne Ray, daijobu ?” Tomo mengibas-ngibaskan telapak tangannya di depan wajah
Ray.
“U—un aku
tidak apa-apa.....Arigatou minna.”
Ray tersenyum dengan sebutir air mata yang jatuh dari manik coklat tuanya.
Dan hari itu mereka berlima larut dalam pesta
kecil yang sengaja Ryoga, Tomo, K dan Kifumi siapkan. Kifumi yang jauh-jauh
datang dari kota tempat tinggalnya malam itu bercerita tentang apa saja yang ia
lakukan. Ryoga bernyanyi tak jelas karena efek bir, Tomo beberapa kali
melemparkan pernyataan kepada Ray tentang masa-masa SMA mereka dulu dan hanya
disambut tawa lebar dari teman-temannya yang lain, sedangkan K ia berhasil
membuat Ray malu hari itu. Ray di foto dengan memakai pakaian perempuan yang
sengaja K siapkan, dan tak lupa beberapa make-up tebal hasil perbuatan Kifumi
dan Tomo. Sebuah acara kecil namun sangat berkesan bagi Ray, setiap tahun yang
berbeda namun makna yang sama. Sebuah cerita baru yang siap ia masukkan ke
dalam buku album kenangan yang ia simpan di memorinya.
---OWARI---
Hwaaa iya tau ini sudah telat satu hari, tapi karena kemarin memang tidak bisa online buat posting jadinya memang di posting sekarang. Maaf untuk segala kegaringannya karena memang cuma sehari bikinnya dan langsung jadi *inspirasi minggu2 ini hilang entah kemana*.
dan sekali lagi,
HAPPY BIRTHDAY Ray !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar