Title
: FLAME
Author : Lycoris
Language : Bahasa
Indonesia
Fandom : the
GazettE, SuG, Alice Nine, D=OUT, ViViD, Vistlip, ScReW, Miyavi
Genre
: Double F (Fantasy, Friendship), General, Supernatural *mungkin*
Chapter : 2
Chapter : 2
Rate
: Semi M (selalu tidak bisa kalau suruh kasih rate)
Declaimers : hanya fic ini punya saya,
tokoh-tokohnya cuma pinjam
Warning : typos, abal,
melenceng, aneh, membingungkan, OOC
Chapter 2 “UNEXPLAINED SENSE”
“Jadi ...ini kelas reguler itu...” ucap Hikaru ketika ia
sudah duduk di dalam kelasnya. Disampingnya terdapat 3 orang yang selau
bersamanya, siapa lagi kalau bukan Ruki, Takeru, dan Hiroto.
Matanya masih berusaha mengamati tiap mili ruangan berukuran
30mx45 meter itu. Sungguh megah, itulah kesan pertama ketika ia memasuki kelas.
Dengan paduan gaya klasik Eropa dan Jepang menjadikan kelas itu terlihat sangat elegan.
Kursi-kursi siswanya yang semakin kebelakang semakin tinggi
layaknya yang ada di stadion itu membuat mereka tak akan luput dari pandangan
para pengajar.
Ruki yang tepat berada disebelahnya tengah duduk dengan
tenang. Ia tak menghiraukan bisik-bisik para siswa dan sisiwi yang lain yang
berada disekitarnya yang sudah pasti membicarakannya dan Takeru.
Sedangakn Takeru ia bermain-main dengan kabel ipod milik
Hiroto. Hiroto sudah bosan memperingatkan Takeru untuk tidak memainkannya, tapi
bukan Takeru namanya kalau dia bisa diam. Takeru selalu bertingkah konyol, di
raut wajahnya sama sekali tak terbersit bahwa ia adalah anak yang hebat dan
mampu menduduki peringkat pertama.
Hiroto yang mulai merasa jengkel dan terusik oleh polah
Takeru yang daritadi memutar-mutar kabel ipod di jemarinya memalingkan wajahnya
ke Takeru “Hentikan Takeru, kau membuatku tak nyaman tau !“ kedua mata Hiroto
langsung membulat tepat ke arah kedua mata Takeru.
“Aku bosan mpon..” ucap Takeru sambil memanyunkan bibirnya.
Ia mulai melepas kabel ipod milik Hiroto dari tangannya.
“Aku kira kita akan berjalan-jalan mengelilingi sekolah ini setelah upacara
penerimaan tadi” kepalanya pun ditenggelamkan di meja.
“Apa kau mau bolos dihari pertama kita masuk hei
Take-chan..”Ruki menanggapi perkataan Takeru tanpa menoleh ke arahnya. Matanya
tengah fokus pada seseorang yang baru saja lewat depan kelasnya.
Masih tetap dengan menenggelamkan wajahnya di meja berwarna
hijau tua itu Takeru bersungut-sungut.
“Bukan begitu Ru, tapi kau tahu kan kalau
aku tipe orang yang tak bisa diam”
Ruki yang sekarang seperti melamun itu tak menjawab. Ia
terlalu fokus pada sosok yang seperti dikenalnya itu.
“......”
Menyadari Ruki yang sedang melamun Hikaru yang berada
disampingnya lantas mencubit pipi kanannya
“Itte—itte—“ rintihnya sambil memegang pipinya yang memerah.
“Apa yang kau lakukan Hikachu, sakit tau “kali ini Hikaru
hanya menopang dagunya.
“Kau sih di ajak ngobrol malah melamun..” katanya.
Ruki yang sadar akan kejadian tadi hanya bisa terdiam
kembali.
“Tuh kan, diam lagi..” kali ini Takeru yang berkata.
Hiroto yang telah melepaskan buds ipod dari kedua telinganya itu menatap Ruki
heran. “Kau tak seperti biasanya melamun seperti itu, memang ada sesuatu yang
terjadi ya..” cercanya.
Ruki hanya menggeleng pelan.
“Huummft baiklah kalau begitu...”
Mereka bertiga pun memandang ke depan. Dan tak beberapa lama
seorang lelaki dengan banyak tatto ditubuhnya memasuki ruangan.
Para siswa yang berdiri itu pun langsung duduk di tempat
mereka masing-masing.
“Keren...” kembali perkataan spontan Takeru yang mereka
bertiga dengar.
Sudah malas menanggapi Ruki hanya duduk diam.
Hening tercipta, lelaki yang merupakan salah satu staff
pengajar di SMG itu meletakkan gitar akustik hitamnya di atas meja yang berada
di sebelah kanan white board.
“Ohayou, perkenalkan saya adalah Miyavi. Saya adalah pengajar
disini, dan saya tak segan-segan menghukum kalian apabila dalam 10 menit kalian
tak mengerti tentang apa yang saya ajarkan..”
Beberapa siswa terdiam bersamaan. Yaah inilah SMG,
penyiksaan pelan-pelan baru saja dimulai. Tapi tak begitu terhadap keempat
pemuda yang duduk di tengah-tengah sebelah kanan. Mereka terlihat santai, dan
Takeru----
Dia terlihat paling bersemangat.
Melihat ketegangan yang telah ia ciptakan buru-buru Miyavi
mengubah nada bicaranya “ Yoo kalian jangan tegang seperti itu, aku bukanlah
pengajar yang killer seperti kebanyakan staff pengajar disini. Hahaha ”
Para siswa disitu pun hanya bisa saling pandang, antara
heran, takut dan kagum.
“Baiklah yoroshiku..” Miyavi-senpai membungkukkan badan.
Keadaan pun sedikit mencair, Miyavi tersenyum dan efeknya
beberapa siswi putri hampir berteriak histeris.
Memang bisa dibilang dia adalah pengajar yang keren dengan
dandanan yang funky. Rambutnya yang ia kuncir ekor kuda serta rambut yang
bagian tepinya ia cukur mirip seperti samurai di jaman Edo, serta bajunya yang
berupa kaos putih polos dengan blazer berwarna biru tua yang ia lipat menjadi
tiga perempat yang memperlihatkan tatto-tatto di tangannya dan dilehernya
sebuah syal berwarna hitam dengan gradasi pink lembut di tepinya menutupi leher
jenjangnya.
Selain itu celana jeans dengan motif sobek-sobek semakin
membuatnya terlihat wah dengan paduan boot coklat tua.
Tentu saja hampir semua siswi di kelas itu pasti
mengidolakannya.
Tak membutuhkan waktu yang lama untuk memperkenalkan dirinya
kemudian ia mengambil map yang ada di sisi kiri meja. Dibukanya map yang
berwarna merah dan dengan lambang kebesaran SMG pada bagian sampulnya itu.
Ia mulai membaca dalam hati tiap nama yang ada di kertas
putih di dalamnya.
Matanya langsung tertuju kepada nama peraih peringkat
tertinggi yang tanpa sengaja dua-duanya berada di kelasnya . Yap, Matsumoto
Takanori beserta Takeshi Miyamoto.
“Matsumoto Takanori...” ia membaca dengan lantang nama yang
tertera.
Dan si empunya nama yang dari tadi tengah fokus itu langsung
berdiri begitu sadar ia dipanggil. “Hai...”
Kedua sorot mata Miyavi pun memandang sosok kecil Ruki.
Sudah tentu Miyavi menyadarinya sejak awal. Bakat Ruki yang
telah dibicarakan oleh petinggi tua dewan SMG serta mereka-mereka yang
mengerti. Miyavi juga sengaja mengajar kelas itu karena ia ingin mengetahui
rupa Ruki dan bakat yang bisa ia rasakan.
“Majulah ke depan..” suruh Miyavi dengan senyum khasnya dan
tatapan fokusnya.
Dengan ekspresi yang lagi-lagi ia buat datar ia maju ke
depan.
Selangkah demi selangkah ia mulai turun. Dan ketika ia sudah
sampai didepan Miyavi berdiri kedua mata tajam Miyavi bertemu dengan kedua mata
Ruki.
Deg
Entah perasaan apa ini, Ruki tak mengetahuinya. Yang ia
rasakan adalah perasaan yang aneh yang baru kali ini ia rasakan. Seolah-olah
yang ada diruangan itu hanya mereka berdua. Rasanya kedua mata sensei-nya itu
telah berhasil menembus ke dalam dirinya. Ada sesuatu yang berusaha bengun
karena tatapan intens pengajarnya ini. Sebenarnya siapa orang ini, pikirnya
dalam hati. Ia bukanlah orang biasa seperti orang-orang yang ia temui setiap
hari.
Ruki pun melepaskan pandangannya. Ia mengalihkan ke samping
kirinya, menatap gitar akustik hitam milik Miyavi yang ia geletakkan di atas
meja.
Miyavi sadar ia tak boleh membuat siswa barunya ini berpikir
yang aneh-aneh. Tapi bukankah Ruki sudah merasakan dan memikirkan yang
aneh-aneh tentang dirinya ?
Dengan arah pandang yang sama yaitu di gitar akustiknya ia
berkata “ ambillah gitar itu dan bernyanyilah untuk kami “
Ruki yang masih bingung dengan perintah senseinya masih
berdiri membelakangi teman-temannya.
“tunggu apa lagi Matsumoto, cepat ambil gitar punyaku..”
sedikit membungkuk ia menatap Ruki lagi.
Ruki yang merasa bahwa tatapan Miyavi aneh itu langsung
membuang mukanya dan menundukkan kepala “ hai sensei..” ia berjalan menuju meja
untuk mengambil gitar milik Miyavi.
Miyavi memperhatikan punggungnya lalu mengalihkan
pandangannya ke seantero kelas.
“.......”
Ruki telah berdiri di samping Miyavi tanpa mau melihat kedua
matanya.
Miyavi meliriknya, “ baiklah sekarang bernyanyilah, karena
kudengar suaramu itu yang telah membuat para penguji kagum..”
“.......”
Ruki terdiam, ia memejamkan kedua matanya sebentar.
Ditariknya nafasnya pelan.
Tangannya mulai ditempatkan pada fret-fret dan string gitar.
Semua diam memperhatikan, begitu pun dengan Miyavi yang kini
telah berdiri disamping tempat duduk seorang siswa laki-laki.
“...........”
Hening.
Kemudian bunyi petikan merdu gitar pun terdengar.
............
tsumetai anata no te
hagarenu you ni hiketa akatsuki ni
sono tamerai o sutete kureru?
asu o shinjite yukeru imi o motome
dokoka de kowarete shimatta
nanimokamo ga yugande mieta
nee mada waraeteru?
Ruki memejamkan matanya dan membukanya perlahan. Ia menghayati lagu ciptaannya sendiri itu.
dakishimeteite wasurenu you ni
koe mo itsuka todokanaku naru
maichiru ame ni kieirisou na
futari no ashioto ga kasanari
togireru made
tsuyoku te o nigitte
ima wa sore dake de ii
sore ga anata o shinjiteyuku yuitsu no hikari de
Tatapannya ia alihkan ke gitar hitam itu, jarinya menarikan melodi dengan teknik picking.
Ia memandang lurus ke depan.
dakishimeteite wasurenu you ni
koe mo itsuka todokanaku naru
maichiru ame ni kasa mo sasenai
sonna jibun ga kanashii
aishiteite ne
konna ni moroku natte shimatta kokoro mo
hikari o mitsume ochiteku futari
yatto kasanattaanata no kage to
ha aa ha aa ha aaa
ha aa ha aa ha aaa
wasurenaide ne kore ga owari janai koto
Ia berhenti. Di tatapnya wajah Miyavi yang masih terdiam karena kagum akan suara khas Ruki itu.
Bukan hanya Miyavi namun yang berada disitu masih terbius oleh suara Ruki dan petikan gitarnya.
Hening, dan detik berikutnya...
Prok prok prok prok prok
Ia mendengar tepuk tangan dari teman-temannya.
Ruki hanya tersenyum tipis. Dan efeknya beberapa siswi perempuan di kelasnya itu blushing.
“Ternyata Matsumoto itu manis juga ya kalau tersenyum..” bisik seorang siswi kepada teman disebelahnya.
“Dan suaranya itu, ia sepertinya menyatu dengan lirik dan musiknya...” kata siswa laki-laki lain.
“Hebat, pantas dia dapat peringkat tertinggi..”
“Aku kagum..”
“Permainan gitarnya juga tidak mengecewakan..”
“Hebat ya dia...”
Dan masih banyak lagi bisik-bisik yang secara sayup-sayup dapat ia dengar.
Tapi seperti biasa yang dibicarakan hanya tersenyum dan menundukkan kepala.
Miyavi yang sedari tadi masih terdiam akhirnya angkat bicara, “bagus Matsumoto, kau memang layak menjadi peraih peringkat tertinggi. Sangat jarang di SMG ini yang peraih peringkat tertingginya adalah penyanyi. Tapi kau, kau telah membuktikannya. Kerja bagus..” Miyavi memuji Ruki dan berjalan ke arahnya lalu memegang bahu kanannya.
“arigatou sensei..” singkatnya.
Lagi-lagi tatapan itu, tatapan yang aneh. Buru-buru ia mengalihkan pandangannya lagi menuju ketiga temannya yang duduk di tengah-tengah itu.
Hiroto, Takeru dan Hikaru serentak memberikan jempolnya untuk Ruki.
Ruki tersenyum kembali.
Miyavi membaca nama yang ada di map yang ia pegang itu kembali.
“Takeshi Miyamoto...” panggilnya.
Dan Takeru yang sedari tadi takjub dengan Ruki akhirnya berdiri dan mengacungkan tangan kanannya “hai sensei..”
“Majulah, gantikan Ruki disini...” Miyavi menyuruh Takeru untuk turun dan pandangannya tak lepas dari Ruki.
Ruki tak berani melihat, ia hanya melihat ke stang gitar milik senseinya yang masih ia tenteng itu.
Setelah Takeru sampai di depan Miyavi, Miyavi pun dengan dagunya yang diangkat menandakan untuk menggantikan Ruki berdiri disitu dan melakukan hal yang sama dengan Ruki, bernyanyi.
Ruki lantas menyerahkan gitar pengajarnya itu ke kawannya Takeru. Takeru menerima dengan senyum yang tergambar di bibirnya.
“Baiklah Matsumoto kembalilah ke tempat dudukmu” ujar Miyavi.
Ruki yang masih tak ingin melihat kedua mata Miyavi hanya mengangguk pelan lalu membungkukkan badannya. Ia berjalan menuju tempat duduknya dan disambut pujian dari Hiroto dan Hikaru.
Pemuda itu berusaha memfokuskan pikirannya ke depan, tapi tetap saja tak bisa. Pikirannya sedang melayang-layang.
Ruki POV
Entahlah, aku tak mengerti arti pandangan Miyavi-sensei. Seakan-akan ia tahu ada sesuatu di dalam diriku yang ingin ia keluarkan dan aku tak tahu apa itu. Dan aku juga merasa ia bukanlah orang sembarangan. Ya aku tahu memang semua yang ada di sekolah ini bukanlah orang sembarangan tapi dia bukan sembarangan dalam arti yang aku pun tak tahu. Ada sesuatu yang istimewa dalam dirinya, yang lagi-lagi aku tak tahu. Terlalu banyak ketidak tahuannku.
Sebenarnya kalau boleh jujur aku sudah merasakan perasaan aneh sejak pertama kali memasuki gerbang sekolah ini. Apalagi tadi sewaktu aku maju ke depan ketika upacara penerimaan, aku merasa aku diperhatikan oleh sepasang mata ah bukan lebih tepatnya banyak mata yang berusaha menelanjangi apa yang ada di dalam diriku, tapi apa ? aku hanyalah seorang Matsumoto Takanori yang baru saja memasuki gerbang megah Shirayumi Music Gakuen ini. Dan aku bukanlah siapa-siapa disini, memang sih aku adalah peraih peringkat tertinggi, tapi tak ada yang mesti aku banggakan dan sombongkan kan karena aku hanya ingin menjadi siswa yang baik dan menjadi seorang musisi terkenal ketika aku lulus nanti. Hanya itu tak ada yang lebih. Tapi perasaan aneh itu sekerjab menyerangku dan aku tak tahu dari mana asalnya.
Dan aku berusaha untuk tak mengacuhkannya, mungkin hanya pikiranku saja yang aneh.
Hingga tepatnya ini tadi sensei-ku sendiri, aku merasakannya lagi dan aku mulai merasa ada yang tak beres dengan sekolah ini dan orang-orang yang ada di dalamnya.
Ah sudahlah, aku berusaha mengatakan bahwa tak ada apa-apa. Dan semoga benar. Semoga.
End Ruki POV
Ruki menghebuskan nafasnya pelan, ia lebih baik sekarang. Dan kini ia tengah melihat Takeru yang telah menenteng gitar Miyavi.
Takeru yang sudah berada di depan itu masih bingung akan menyanyikan lagu apa, sedangkan Miyavi dan yang lain sudah menunggu.
Tak ingin lebih lama, telah ia putuskan ia akan menyanyikan lagu itu, lagu ciptaannya sendiri sama seperti Ruki tadi. Ia pun menghadap mantap ke depan dengan senyuman yang memperlihatkan dimplenya.
Pandangannya kemudian beralih ke gitar akustik milik senseinya. Segera saja senyumannya berganti dengan tampang serius.
Semuanya terdiam. Jemari Takeru mulai menari diatas srting-string yang berjumlah 6 itu.
...........
Takeru memainkan intro lagunya.
No contrast kinou mo kyou mo kawari utsue no nai fuck u days
Yabuita DORESU safety pin konomi no RIMEIKU shitem iru kedo
Ajiki no nai CHUUING GAMU arikitari na hobby ni wa tou ni asobiakita wa
Oh funny funny What a crazy heartbeats
pop pop out Beauty and Stupid
Mijuku na akuma to tenshi Love story
pop pop out sekkachi na Cupid
Matanya menjelajah ke seisi kelasnya selagi kedua tangannya aktif memainkan gitar.
Kasaneta kuchibiru no binetsu ga mada tokenokotteru no sa
Howling Magic kimi wo shiru mae no
Howling Magic boku ni modoshite aa mahou wo toite
Kini kedua matanya mengarah ke string-string gitar dan jemarinya.
Howling Magic Howling Magic Howling Magic Howling Magic
Howling Magic Howling Magic Howling Magic Howling Magic
Jemarinya memainkan melodi dengan pick yang menemaninya sejak tadi.
Setsunaku hibiku kane no oto ga futari hikisaku no wa naze?
Ia berhenti sesaat, kemudian beberapa detik kemudian ia kembali lagi memainkan pick di tangannya dan menari di atas gitar Miyavi kembali.
Kasaneta kuchibiru no binetsu ga mada tokenokotteru nos a
Howling Magic motto fukaku made
Howling Magic oboresasete yo aa mahou wo kakete
Ia meluruskan pandangannya dengan tajam, kedua bola mata abu-abunya seakan mengintimidasi semua yang ada didepannya.
A sweet dream will be finished if this night breaks.
................
Selesai, ia menunduk. Hening kembali tercipta, sepertinya kedua peraih peringkat tertinggi itu berhasil menghipnotis setiap mata dan telinga yang melihat dan mendengarkan mereka bernyanyi.
Lalu dengan senyumnya yang khas ia angkat kepalanya dan melirik ke Miyavi yang berada di dekat meja tak jauh darinya. Miyavi tersenyum tipis, “Bagus Takeshi”
Prok prok prok prok
Kedua kalinya riuh tepuk tangan menggema di kelas reguler 1-3 itu. Takeru begitu berbeda jika sudah berada di muka umum untuk bernyanyi. Ia bukanlah sang pengeluh yang setiap hari merepotkan teman-teman di sekitarnya. Itulah yang diketahui Ruki, Hikaru, dan Hiroto yang memang mereka telah mengenal Takeru sejak masih kecil.
4 pemuda yang sejak kecil telah menyukai musik dan memutuskan untuk terus hidup bersama musik. Hampir setiap hari Takeru dan Ruki selalu bernyanyi secara bergantian dan Hikaru serta Hiroto yang mengiringi mereka, sampai pada akhirnya sekitar umur 13 tahun mereka berdua memutuskan untuk belajar memainkan gitar dan tentu saja dua gitaris sahabat mereka yang mengajari.
Perlombaan demi perlombaan mereka ikuti untuk mengukur sampai mana kemampuan mereka. Dan tak jarang peringkat pertama menjadi hasilnya. Bahkan Hikaru dan Hiroto masuk ke-20 besar gitaris berbakat se Jepang ketika umur mereka masih 14 tahun. Sedangkan Ruki dan Takeru mereka berdua hanya mengikuti kompetisi menyanyi dengan band mereka masing-masing yang kini seiring mereka berdua masuk di SMG telah bubar.
Miyavi lumayan dibuat takjub dengan penampilan Takeru ini tadi, kemampuan yang menyamai Ruki pikirnya.
Beberapa siswa dan siswi tak kalah kagum dengan suara dan permainan gitar Takeru.
“Dua peringkat tertinggi yang sama-sama vocalist, mereka hebat...”
“Tak kalah dengan Matsumoto ternyata si Takeshi itu” seorang siswa berujar lirih namun bisa di dengar oleh Takeru. Dan takeru sendiri lagi-lagi hanya bisa tersenyum dengan memperlihatkan dimplenya.
Dan bla bla bla
Ketiga teman Takeru yang duduk itu mengacungkan jempol kanan mereka ketika mata Takeru mengarah ke mereka seperti Ruki tadi.
Miyavi berjalan mendekati Takeru lalu memegang bahu kanannya “Bagus, para peringkat tertinggi di SMG ini sangat bagus dan hebat. Dan aku harap kalian semua yang sudah masuk dan memutuskan untuk menghuni SMG selama 4 tahun ini untuk bersungguh-sungguh disini...” pandangannya menyebar.
Takeru menatap senseinya, “karena SMG tak akan segan-segan memberi hukuman bahkan mengeluarkan kalian jika kalian tak menunjukkan progres sama sekali disini..”
Beberapa siswa menelan ludahnya, ini bukan gertakan atau apa tapi memang inilah SMG sudah ada beberapa kasus mereka mengeluarkan siswanya. Dan Miyavi bukanlah tipe yang berani bermain-main dengan kata-katanya. Meskipun sebenarnya ia juga gampang sekali untuk diajak bercanda dengan siswanya namun ketika ia serius tak ada yang berani menantangnya bahkan membantahnya.
“Baiklah Takeshi terima kasih dan silahkan kembali ke tempatmu” Pengajar dengan banyak tatto di tubuhnya itu menghadapkan tubuhnya ke Takeru dan mempersilahkan ia untuk duduk kembali.
Takeru membungkuk dan menyerahkan gitar milik Miyavi “arigatou Miyavi-sensei...”
Lalu ia kembali berjalan menuju tempat duduknya bergabung bersama Ruki, Hikaru, serta Hiroto.
Miyavi menenteng gitarnya dan kembali ke mejanya. Kemudian ia menolehkan kepalanya dan menatap ke arah sang pemilik bakat, Ruki. Ia tak bisa tak memperhatikan siswa barunya itu. tapi buru-buru ia menepis pandangannya karena tak ingin membuat curiga siswanya. Kemudian ia mengarahkan pandangannya ke para siswanya menjelaskan materi singkat untuk pertemuan minggu depan dan apa-apa saja yang harus mereka pelajari untuk minggu depan. Karena pertemuan hari ini hanya untuk pemanasan awal makan tak beberapa lama kelas ia bubarkan.
“Baiklah, sepertinya pertemuan perkenalan kita untuk saat ini cukup sampai disini, bila ada apa-apa jangan segan-segan untuk menemuiku di ruangan pengajar di gedung utara, kalian bisa istirahat sekarang..” perintahnya sembari ia membereskan map miliknya.
“Huuaaahh...” terlihat beberapa siswa mengulat dan merengangkan tubuhnya.
Beberapa siswa terlihat mulai meninggalkan kelas satu persatu. Termasuk Ruki yang pungunggnya masih dalam tatapan Miyavi yang kini sudah tak terlihat.
Setelah semua siswanya keluar barulah ia melangkahkan kedua kakinya menuju ruangannya.Dan bayang-bayang Ruki masih melekat di pikirannya.
Miyavi POV
Anak itu telah datang.
Dan lagi-lagi perkiraan para Dewan tua itu tidaklah salah. Tatapan matanya, bahkan dari auranya aku bisa merasakan kekuatan yang luar biasa yang pasti bisa berguna bagi mereka. Lagi pula aku berani bertaruh ia akan menjadi tonggak utama Karasu, setelah anak itu tidak ada.
Tapi sepertinya ia belum menyadari sama sekali bakat yang terpendam yang telah ia bawa sejak lahir itu. sama seperti mereka-mereka dulu bahkan aku sendiri. Sampai pada akhirnya sang flame akan membuka tabir yang sebenarnya. Memunculkan bakat akan kekuatan yang telah lama terpendam. Tapi sekarang bukan waktuku untuk mengalaminya kembali masa-masa permainan yang telah merenggut nyawa
sahabat-sahabatku.
Bakat itu, kekuatan itu, adalah anugrah, tapi bisa juga dikatakan sebagai kutukan.
Apalagi si ketua muda Karasu itu, kekuatannya tak terbatas. Kemudian Matsumoto Takanori, yaah akan menjadi tandem bagus untuk mereka setelah sang Akai sekaligus sang Karasu itu tak ada.
Aku bisa merasakan sesuatu yang sangat kuat yang masih tersembunyi dalam dirinya yang berusaha untuk keluar suatu hari nanti, dan hari itu semakin dekat.
End Miyavi POV.
Terlihat beberapa siswa dan siswi menyapanya begitu mereka berpapasan di lorong itu. Seperti layaknya seperti pengajar dan murid kebanyakan, dan ia telah melakukan “sandiwara” ini selama hampir 10 tahun.
Dengan seringai kepuasaan ia menenteng gitar hitamnya dan terus berjalan menuju gedung utara. Dan bayangan Miyavi telah menghilang seiring dengan belokan di depan yang menuju tempat pribadinya.
----Chapter 2 END----
Chapter 2 singkat kan, simple lagi. memang sengaja nyritain kegiatan hari pertama mereka, belum ada apa-apa. karena memang chapter 3 mulai ada "rasa" nya. XD
terus buat chapter pertama pasti sebagian readers pada heran, genre fantasi dan supernatural tapi chapter 1 terkesan biasa-biasa saja. tenang, memang sengaja saya set begitu.
jadi saya disini menonjolkan 2 sisi kehidupan mereka selama di sekolah itu hihihihi.
sewaktu mau mutusin Ruki mau nyanyi apa langsung spontan Kagefumi, saya tergila-gila dengan lagu itu, dan pengen ada versi akustiknya
dan soal lagunya Takeru tau kan itu lagu apa? Howling Magic, saya sendiri pun gak ada ide Takeru suruh nyanyi apa, ya udah pas ngetik eee Howling Magic keputer. jadi deh, dan saya sendiri malah membayangkan kalau itu lagu-lagu jadi versi akustik >///< pasti keren banget.
ya udah lah authornya kebanyakan curhat disini, sekarang lagi proses chapter 4. tapi di chapter 3 masih butuh pengeditan.
thank you for reading ^ ^)/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar