Title
: FLAME
Author : Lycoris
Language : Bahasa Indonesia
Fandom : the
GazettE (Reita, Ruki, Aoi, Kai, Uruha), SuG (masih Takeru), Alice Nine (Hiroto, Shou, Saga, Tora, Nao), D=OUT (Hikaru, Ibuki, Reika, Kouki), ViViD (masih Reno), Vistlip (Yuh, Tohya, Umi, Tomo), ScReW (Byou, Kazuki), Miyavi, Royz (masih Subaru), L'Arc en Ciel (masih Tetsuya), BORN (masih Ray), Matenrou Opera (masih Yo)
Genre
: Double F (Fantasy, Friendship), General, Supernatural
Chapter : 4
Chapter : 4
Rate : Semi M
Declaimers : hanya fic ini punya saya, tokoh-tokohnya cuma pinjam
Warning : typos, abal, melenceng, aneh, membingungkan, OOC
Chapter 4 “DECISION”
Para Pangeran itu berjalan menjauh dari kebisingan. Menuju
tempat khusus yang hanya disediakan untuk mereka. Membuka jati diri siapa
mereka sebenarnya.
Menjadi penjaga dan petarung Shirayumi Music Gakuen.
---------------------
Ruangan dilantai dasar gedung barat SMG itu gelap, hanya
sebuah jendela kaca besar yang menjadi jalan bagi cahaya matahari siang itu.
Di dalamnya telah ada setidaknya 9 pemuda yang berkumpul.
Sofa berwarna merah marun itu telah diduduki oleh sang ketua
tertinggi Karasu.
Dan di sekelilingnya ada para Alumina yang dengan tenang
berdiri di dekat pintu, para ketua Naraku duduk disamping kiri sang ketua
tertinggi.
Calon pion Karasu berdiri di sisi lain pintu. Seorang
anggota Naraku berdiri tak jauh dari ketuanya. Dan ketua muda Karasu tengah
duduk dengan kaki kanannya ditekuk dan kaki kirinya diselonjorkan di dekat
jendela kaca memandang kosong dalam keheningan yang telah mereka ciptakan.
Mereka yang berada di ruangan yang itu hanya berteman
kesunyian. Semuanya masih diam, sedang menunggu orang penting lainnya untuk
mulai memutuskan.
-----------------
“Kenapa kau buru-buru Aoi ? bukankah biasanya kau paling tenang
dalam memutuskan sesuatu “ suara berat itu membuyarkan kediaman ruangan
berukuran 20 m x 25 m itu.
Si empunya nama hanya memandang kosong ke sebuah foto yang
terpampang di salah satu sudut ruangan.
Sudah 3 menit kediaman menyelimuti mereka, rapat para Akai.
Aoi sang ketua sebelumnya telah memutuskan bahwa Ruki akan
masuk ke Karasu.
Keputusan yang terburu-buru, karena biasanya pemutusan itu
dilakukan 4 hari setelah upacara penerimaan. Tapi yang dilakukan sang ketua
yang sangat jarang muncul di hadapan umum ini sebaliknya. Beberapa jam setelah
upacara penerimaan ia mengadakan rapat dengan para Akai dan telah diputuskan
bahwa si peraih peringkat tertinggi ujian masuk akan masuk ke Karasu, BESOK.
“Sebenarnya apa yang menyebabkanmu buru-buru seperti ini ? “ sebuah pertanyaan lagi menyerangnya yang
berasal dari wakil ketua 2 Nao.
Yang ditanyai belum menjawab lagi, ia mengerti mengapa para
anggotanya begitu heran dengan keputusannya. Ia tahu akan apa yang akan terjadi
setelah ini, ia sudah mengetahuinya sejak anak bernama Matsumoto Takanori itu
masuk ke SMG yang penuh dengan prestasi ini namun menyimpan banyak sekali
rahasia.
Ia mendesah perlahan.
Diruangan itu ia duduk paling ujung, di kanan kirinya para
anggota Akai yang telah siap dengan jawaban yang akan terlontar dari mulutnya.
“.........”
“Mereka, telah bergerak...” ucapnya lamban.
“Eeeh ?? “ semuanya memasang ekspresi kaget.
“Tapi tapi tapi kan....” Tora sang wakil ketua yang tadi
bertanya itu masih tak percaya dengan apa yang Aoi katakan.
Aoi meliriknya yang berada tepat disebelah kanannya.
“Pasti kalian semua berfikir bahwa mereka masih belum
bergerak kan sejak kekalahan mereka beberapa bulan yang lalu..” kali ini Aoi
berdiri lalu berjalan menuju ke sebuah foto yang tak jauh darinya.
Ia memegang figura berukuran sedang yang tergeletak
menyender ke tembok. Beberapa yang ada disitu langsung menunduk.
“Pembalasan, tentu saja. Mereka yang telah mengambil Uruha
masih belum membuat mereka puas atas apa
yang telah kita lakukan dengan mengambil kepingan ke-5..”
Aoi menatap lekat pada sebuah potret yang memperlihatkan
seorang pemuda dengan rambut sebahu dengan senyumnya yang khas itu.
“karena tak mungkin
seterusnya bunga akan selalu bersama tangkainya, dan tak selamanya sang penjaga
akan selalu melindungi kerajaannya”
Kata-kata itu terus terulang dikepalanya begitu ia menatap
potret itu.
Dan seketika ingatan Aoi kembali ke masa beberapa bulan yang
lalu.
Flashback
“Karena tak mungkin seterusnya bunga akan selalu bersama
tangkainya, dan tak selamanya sang penjaga akan selalu melindungi kerajaannya”
kata-kata itu terucap begitu saja dibibir Uruha. Aoi yang sedari tadi sibuk
dengan handphonenya karena email yang terus datang itu menatap sahabatnya sejak
berumur 5 tahun itu yang duduk tepat disampingnya.
“Apa maksudmu Uru ? “tanya Aoi tak mengerti.
Uruha membalas tatapan Aoi sambil tersenyum, “Ah bukan
apa-apa Ao”
“Kau aneh hari ini, apa kau sakit atau sedang memikirkan
sesuatu ? “tanya Aoi lagi karena tak lega dengan jawaban Uruha.
Kini sorot mata Uruha segera ia alihkan ke salju yang mulai
turun, ia mengeluarkan tangannya yg putih itu dan mengadahkan ke atas menyentuh
butiran dingin putih bersih yang tengah jatuh.
“Aku hanya ingin kau terus melindungi orang-orang yang
berharga bagimu, dan aku juga sebaliknya. Melindungi SMG, mereka, dan kau...”
sorot matanya memandang ke langit malam.
“.....”
“Apa kau pernah merasa bahwa bakat kita ini adalah kutukan
?” Uruha berkata tanpa memandang Aoi.
Dan Aoi yang tak menduga pertanyaan Uruha kini hanya menatap
jalanan.
Uruha tahu Aoi hanya akan terdiam, “Sebenarnya aku tak
pernah mau menginginkan bakat ini, kekuatan ini. Sampai sekarang pun kalau
boleh memilih aku ingin menjadi orang biasa, hidup seperti orang kebanyakan,
bermain musik dengan kalian tanpa harus memikirkan pertarungan itu...” ia
mendesah panjang memperlihatkan nafasnya yang kini berwarna putih karena
dingin.
“Tapi sepertinya takdir berkata lain, kita diharuskan
seperti ini. Bakat ini telah memilih kita sebagai tuannya. Dan aku ? kau tahu
kan tanpa kau, aku tak akan mungkin bisa mengendalikan bakat ini Aoi
Uruha
tersenyum kecut.
“........”
Aoi memandang sendu jalanan. Ia tahu, ia sangat tahu.
Sebagai ketua Akai sekaligus pemilik bakat ia tahu semuanya. Perasaan terdalam
semua pemilik bakat yang tak pernah menginginkan itu semua. Apalagi Uruha, ia
adalah salah satu pemegang bakat terkuat. Namun tanpa Aoi bakat itu akan
membahayakan orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu Aoi selalu berada di
sisi Uruha, sebisa mungkin ia mengawal Uruha, bahkan jika ia akan memasuki
pintu dimensi itu sekalipun.
“.......”
Keheningan telah mereka ciptakan.
“Bukankah aku sudah berjanji padamu Uru....” Uruha pun
menoleh ke Aoi.
Aoi tersenyum simpul sambil menatap manik mata Uruha, “Bahwa
aku akan selalu melindungumu, dan menjagamu. Sampai kau bisa mengendalikan
kekuatan itu.”
Uruha menghela nafasnya lagi dan kali ini ia tersenyum
mantap.
“Terima kasih Aoi
untuk semuanya “ ujarnya dalam hati.
“Hei kalian sampai kapan terus berada disini, sebentar lagi
salju akan turun dengan lebat. Ayo cepat pergi dari sini sebelum kalian menggigil”
kedua sosok pemuda yang tadi diseberang jalan itu telah mendekat dan membawa
payung dimasing-masing tangannya.
Uruha dan Aoi yang duduk-duduk di kursi panjang ditepi taman
kota itu menatap kedua ketua Karasu itu.
Uruha berdiri. “Dan sampai kapan kalian berdua selalu
mengkhawatirkan kami” kini tangan Uruha telah mengambil payung yang masih
menelungkup dari tangan Kai.
“Sampai kalian berdua mendengarkan kami..” ucap Reita yang
kini memberikan payung kepada Aoi.
“Ini hanya salju, bukan mereka” Aoi beranjak berdiri.
Dibukanya payung berukuran sedang berwarna putih itu.
“Hei, hei jangan bahas itu untuk saat ini, bukankah hari ini
kita akan bersenang-senang” Uruha mulai berjalan dan meninggalkan ketiga
sahabatnya itu.
Kai menyusul Uruha, membiarkan Reita dan Aoi yang masih
dibelakang mereka.
“Sudahlah Uru, mereka berdua kan sama-sama pemikir meskipun
keliatan diluarnya dingin.
Hahahaha” Kai tertawa dan menepuk pelan bahu Uruha.
Yang dibicarakan hanya menatap kedua sosok didepannya dengan
jengkel.
“Sudahlah, ayo cepat kalian berdua. Sebelum kedai ramen itu
tutup.” Uruha membalikkan badannya ke arah Reita dan Aoi.
“Baik, baik...” Reita mendengus pelan dan mulai berjalan ke
arah mereka berdua.
Seperti malam-malam biasa, bila tidak ada “tugas” keempat
pemuda yang berbeda kelas itu selalu menyempatkan keluar bersama. Hanya
orang-orang tertentu yang mengetahui mereka adalah sahabat. Kerena memang Kai,
Reita, Aoi, dan Uruha hampir tak pernah terlihat berempat. Kai dan Reita selalu
terlihat berdua karena merupakan ketua A-1 dan Aoi yang ketua jajaran Senior
hampir selalu terlihat berdua dengan Uruha yang merupan teman sekelas di B-1
serta Uruha yang menempati jajaran Senior.
Reita dan Aoi yang dingin itu selalu melunak bila sudah
bersama Uruha. Entahlah Uruha memang seperti sosok kakak bagi mereka berdua, ia
begitu menjaga keduanya serta Kai tentu saja. Ia hanya ingin melindungi
orang-orang yang berharga dalam hidupnya terutama ketiga sahabatnya ini.
Dan malam ini mereka berempat memutuskan untuk makan dan
beristirahat dari segala “kegiatan” berat yang hampir setiap hari harus mereka
hadapi karena garis takdir itu.
Empat sahabat itu pun
berjalan bersama menuju kedai ramen langgana mereka tanpa beban.
.
.
.
.
(2 bulan yang lalu)
Hari itu tepat sehari sebelum Uruha pergi ia masih bermain
gitar bersama dengan Aoi tepat setelah pelajaran yang biasa mereka terima
selayaknya murid kebanyakan. Bersama dengan Reita dan Kai, mereka berempat
bermain musik bersama dan bernyanyi bersama, tak ada latihan seperti hari-hari
sebelumnya. Mereka berempat menginginkan hari itu full dengan musik.
Tapi tak disangka, ternyata gerbang dimensi yang tak pernah terprediksi kapan terbukanya
itu telah terbuka dan mengharuskan
mereka untuk masuk dan mendapatkan keping ke-6 Albeiro.
Dan sore itu ketika Uruha memutuskan untuk masuk Aoi masih
ingat percakapn diantara mereka berdua.
Percakapan terakhirnya.
“Jangan kau pasang wajah dingin itu Aoi, atau juniormu akan
lari ketakutan. Dan jika aku tak berada disampingmu lagi ku harap kau akan
selalu memainkan gitarmu ini...” ucapnya saat itu.
Aoi yang kaget dengan pernyataan Uruha yang tak biasa itu
menatap tajam Uruha “Apa maksudmu Uru ? jangan bilang seolah-olah kau tak akan
kembali lagi. Dan ingat aku paling tidak suka itu !”
Uruha hanya tersenyum tanpa arti. Tentu saja Aoi menjadi
sangat khawatir.
“Kau jangan pergi, biarkan Kifumi yang menggantikanmu” cegah
Aoi yang khawatir karena gelagat aneh Uruha kepadanya.
Uruha memandang Aoi dalam, “Aku akan kembali, aku berjanji padamu
Shiroyama Yuu sang Ketua Akai” ia tersenyum hangat seperti biasanya kepada Aoi
yg raut wajahnya sangat jelas menampakkan kekhawatiran.
“Tapi Uru....” belum sempat Aoi berkata Uruha telah keluar
dari ruangan Akai dan menuju ke ruang
rahasia yang hanya para penjaga dan
petarung SMG yang mengetahuinya.
“Jangan berkata seolah-olah kau bisa menepatinya Uru” Aoi
berkata pelan dengan kepalanya yg tertunduk.
Ia tahu ada yang tak biasa dalam diri Uruha. Perasaanya yang
kuat itu tak mungkin membohonginya.
Tapi ia hanya bisa berdoa agar para pion Reita dan Kai kembali
dengan membawa kepingan ke-6 dan terutama kembali dengan selamat.
Ia berjalan mengikuti Uruha yang kini tak terlihat lagi.
Aoi masih duduk di atas kursinya, memantau para Akai yang
“berjaga” di sisi-sisi SMG.
Deg.
Tangannya bergetar hebat, detak jantungnya telah berpacu
dengan cepat seakan ia baru saja lari berkilo kilo meter jauhnya. Kepalanya
berputar-putar. Ia pun terjatuh dari kursi berwarna hitam itu.
“Uruuuu----“ ia mendesah perlahan.
Segera ia mengumpulkan tenaganya, berlari menuju ruang
rahasia itu.
Perasaan itu “Kau
berbohong padaku Takashima Kouyou !!” suara Aoi dalam hati di tengah
larinya.
Bahkan ketika tembok kokoh sudah berada di depannya ia masih
berlari. Ia memejamkan mata merapalkan mantra, berusaha membuka tembok yang
dibaliknya terdapat ruangan rahasia mereka.
Braaakk
Kini nafasnya yang tak beraturan yang bersuara.
Sunyi. Kedua mata coklatnya spontan tertuju ke depan,
menyaksikan pemandangan yang telah terpampang di depannya. Ia berjalan dengan
gontai menuju para Karasu dan Naraku yang tengah tertunduk. Tetes asin itu
telah keluar tanpa Aoi sadari. Sosok itu, tubuh itu, ia menginginkan apa yang
dilihatnya tak nyata, dan tak pernah ada. Bahwa sosok tubuh yang telah terbaring
dingin yang berada di tengah lingkaran itu adalah sahabatnya, Uruha.
Ia mendekatinya.Kedua mata Uruha tertutup, tak dapat
dirasakan bahwa jantungnya masih berdetak. Tubuhnya penuh dengan luka. Kedua
mata Aoi langsung menuju ke sebuah luka menganga terukir jelas di dada Uruha.
“Uruha !!!” ia menjerit tertahan. Aoi jatuh terduduk di
depan tubuh kaku Uruha, segera ia memeluk raga Uruha yang telah terpisah dari
rohnya itu. Tak mempedulikan bajunya yang kini telah bercampur dengan darah
Uruha.
“Bukankah kau berjanji untuk kembali Uru....” lirihnya di
tengah tangisannya. Air matanya tak bisa ia hentikan. Sahabat yang telah
dijaganya sejak kecil itu telah pergi meninggalkan dirinya dan mereka semua.
Kai dan Reita yang
merupakan sahabat mereka hanya bisa memalingkan wajahnya tak ingin melihat
sebuah adegan yang menyayat hati itu. Air mata telah jatuh sedari tadi. Reita
meninju tembok disampingnya. Ia meringsut duduk dengan wajahnya yang ia topang
dengan tangan kirinya itu. Ia meremas rambutnya yang blond.
Kai hampir meraih
bahu Aoi dengan tangan kanannya, namun ia urungkan. Ia ingin membiarkan Aoi
melepaskan semuanya. Kai tahu bahwa
Uruha lah yang menjadi penyemangat hidup Aoi selama ini, dan Uruha pula lah
mengapa Aoi mau menjadi ketua Akai. Dan berkat Uruha juga lah Aoi menerima
dengan lapang dada tugas sebagai pemilik bakat. Begitu besar pengaruh Uruha
bagi hidup Aoi. Dan sekarang Uruha telah pergi meninggalkannya, ia tak tahu apa
yang akan terjadi kepada Aoi setelah ini.
Ketua tertinggi Karasu itu berjalan mendekati Reita yang
masih mengeluarkan air mata namun berusaha ia tutupi. Ia menyenderkan kepalanya
ke tembok di samping ketua muda. Matanya menerawang jauh.
“Kita gagal melindungi Uruha” Kai berkata pelan sambil
memandang Aoi yang masih menangis memeluk Uruha.
Reita terdiam, pandangannya kosong. Dan ia juga merasakan
hal yang sama seperti yang dirasakan oleh Kai. Sepanjang hidupnya ini adalah
sebuah kegagalan yang terbesar, gagal melindungi sahabatnya.
Tohya, Yo, dan Umi yang kembali dari dimensi itu setelah Ray
kembali dengan mayat Uruha hanya bisa
duduk terkulai lemas dan shock. Terutama Ray, ia tak pernah menyangka bahwa
Uruha meninggal dalam pertarungan itu. Karena sudah jelas di antara mereka
berlima yang masuk, Uruha lah yang terkuat. Namun sepertinya musuh yang
dihadapi Uruha bukan Kogurou yang sembarangan hingga pion terkuat itu harus
kehilangan nyawanya.
Kini mereka semua hanya diam membeku begitu mengetahui bahwa
Uruha telah meninggal dalam pertarungan. Dan luka di tubuh mereka pun tak
mereka hiraukan. Karena yang lebih penting mereka telah kehilangan salah satu
pemilik bakat terkuat Karasu. Pion terkuat Reita dan Kai telah hancur.
Suasana di ruangan itu kelam dan sunyi. Saga dan Kouki yang
telah merapalkan mantra-mantra untuk menutup gerbang dimensi menunduk lemah.
Mereka terdiam di tempat. Tak ada suara yang keluar dari bibir mereka. Hanya
isakan kecil Aoi yang terdengar.
Tak ada yang menoleh begitu tembok yang ternyata pintu
rahasia itu terbuka, memunculkan beberapa sosok yang familiar bagi mereka.
Ibuki, Byou, Reno, Nao, dan Tora memasuki ruangan itu. Dan
dibelakang mereka salah satu orang yang berpengaruh di SMG berjalan ke arah
mereka dengan membawa sebuah kain berwarna putih pucat.
Semua yang ada di ruangan itu menunduk begitu tahu siapa
yang datang.
Pria paruh baya itu berjalan menghampiri Aoi yang kini air
matanya telah berhenti. Dipegangnya bahu kanan Aoi. “Kita tak pernah bisa
memprediksi kapan kematian itu akan datang, dan ketika ia sudah datang ia tak
pernah mengenal kata permisi....” ujarnya.
Aoi menatap wajah
Uruha, ia sudah sedikit tenang.
“Tak ada yang menginginkan takdir seperti kita ini, tidak
ada. Namun kita tak pernah bisa melawan apa yang telah digariskan. Uruha telah
melaksanakan takdirnya dengan sangat baik, sekarang ia telah tenang, tak ada
lagi kecemasan akan pertarungan yang hanya akan membuat sebuah luka pada diri
yang melakukannya. Kau tahu itu kan Aoi..”
Aoi masih diam. Kedua tangannya yang tadi memeluk Uruha
segera ia kendorkan dan melepaskan pelukannya. Dengan perlahan ia menidurkan
jiwa kosong itu ke lantai yang penuh dengan gambar-gambar dan tulisan mantra-mantra
dengan bahasa kuno itu.
“Suatu saat kita akan mengalami hal yang sama seperti yang
dialami Uruha dan teman-temanku yang
telah lebih dulu tidak ada. Tapi sebelum
Dewa Kematian itu datang kita harus memberikan sesuatu yang berharga yang
berguna untuk orang banyak..” Pria paruh baya itu menatap jasad Uruha.
“Kematian telah menunggu kita semua tapi dengan waktu yang
berbeda, begitu kan Tetsuya Sensei ?” Aoi menunduk lemah.
Tetsuya hanya mengangguk pelan. Kemudian kain putih pucat
yang sedari ia pegang ia berikan ke Aoi. Aoi menerimannya, kemudian ia membentangkan
kain putuh itu, lalu ia tutupkan ke tubuh Uruha.
“Kau adalah Karasu hebat, kau adalah Akai yang kuat, dan kau
adalah sahabatku yang berharga. Kematianmu tak akan pernah sia-sia. Beristiratlah
dengan tenang Takashima Kouyou..” ia menutupi kepala Uruha. Kini tubuh itu
telah tertutupi dengan sempurna. Kembali tetesan kecil itu terjatuh dari mata
Aoi.
Aoi dan Tetsuya kemudian berdiri.
Reita dan Kai menghampiri mereka, Yo, Ray, Umi, dan Tohya
mengikuti ketua mereka dari belakang. Kouki dan Saga telah berjalan menuju Aoi
dan Tetsuya.
Dan para Akai yang sedari tadi hanya menunduk diam itu juga
mengikuti mereka.
Mereka semua membuat lingkaran, melingkari tubuh Uruha. Membuat
jarak sekitar 40cm dari kiri kanannya. Tetsuya yang merupakan Dewan Tua atau
yang disebut Diversource itu berada tepat di atas kepala Uruha. Para Alumina
telah berdiri berjejer di belakang Tetsuya. Reika yang berada tepat di belakang
Tetsuya kemudian meletakkan tangan kanannya di bahu Tetsuya, Yuh dan Kazuki
yang masing-masing berada di kanan kiri Reika memegang bahu Reika. Mereka
memejamkan mata.
Sedangkan yang lain mendongakkan kepala dan memejamkan mata.
Mantra-mantra perlahan telah keluar dari mulut Tetsuya,
tangannya ia ulurkan ke depan, tepat di atas kepala Uruha.
Kemudian sebuah cahaya putih atau yang lebih menyerupai
kabut itu mengelilingi mereka semua. Tubuh Uruha telah tertutup oleh kabut itu.
Mereka tak berkutik. Semakin lama mantra yang diucapkan Tetsuya semakin
terdengar dengan jelas. Dan detik berikutnya kabut yang menyelimuti mereka
menghilang dengan cepat.
Begitu kabut itu menghilang semua mata yang ada disitu
terbuka.
“Dengan begini, tak akan ada yang ingat akan keberadaan
Uruha. Semua kenangan tentangnya telah terhapus. Ia seakan tak pernah ada di
dunia ini. Kecuali ingatan kalian.”
Aoi telah kembali dari lamunannya, namun kejadian 2 bulan
itu akan terus membekas untuk selamanya.
Ia memutar tubuhnya, kedua kakinya telah membawanya kembali
duduk di kursinya.
“Keputusanku sudah bulat, aku harus mengambil resiko.
Meskipun kalian sulit menerima ini karena aku yang buru-buru tapi tak ada
jalan, aku tak ingin kejadian itu terulang kembali..” ekspresi Aoi tegas namun
ada raut kesedihan yang tergambar di matanya.
“Dan aku harap kau tidak berdebat lagi dengan Reita, Byou”
Aoi beralih menatap Byou yang kini mengangguk dengan berat.” Karena ini
jelaslah yang terbaik. Waktu kita tak banyak. Dan aku harap kalian juga tak
keberatan dengan keputusanku” kemudian Aoi terdiam.
Ruangan Akai senyap kembali.
“Jika sang Raja sudah memutuskan maka para penasehat tak
mungkin bisa melawan bukan.” Reno yang sedari tadi diam itu tiba-tiba mengeluarkan
suaranya.
“Bukankah sudah menjadi janji kita bahwa kita akan mematuhi
apa pun perintah Raja, karena Raja tahu mana yang terbaik untuk rakyatnya.”
Ibuki menimpali perkataan Reno.
“Dan Raja tak akan pernah membiarkan prajuritnya kalah.”
kali ini Tora yang berbicara dengan mantap menatap Aoi.
Kini semua mata tertuju kepada Aoi, tatapan tegas terpancar
dari mata para penjaga gerbang.
Aoi menghembuskan nafas lega, ia tersenyum simpul ke arah
mereka. Kenangan perih itu seketika menjadi sebuah kekuatan besar untuk
memenangkan pertarungan yg sudah terjadi selama hampir setengah abad lebih itu.
“Kau lihat Uru, aku
akan berusaha melindungi semua orang yang berharga untukku. Dan aku harap anak
itubisa menggantikan peranmu dengan sempurna” Aoi berkata dalam hati.
Aoi beserta rombongan Akai kini berjalan menuju ruangan
dimana para Karasu dan Naraku tengah berkumpul.
Subaru yang tengah berada di depan pintu itu membukakan
pintu begitu Aoi dan para Akai mendekat. Ia menundukkan kepalanya.
Klek
Terdengar engsel pintu bergeser dari luar. Kai, Saga, Kouki,
dan Shou melirik ke arah pintu, meskipun sebenarnya mereka sudah tahu siapa
yang datang.
Yuh, Kazuki, dan Reika menundukkan kepala begitu Aoi
berjalan ke dalam. Di belakangnya ada Nao, Tora, Ibuki, Byou, dan Reno yang
kini menundukkan kepala begitu mereka melihat Kai.
Reita, masih memandang ke luar jendela.“Jadi, ia akan berdiri sebagai pion Karasu kan.” ujarnya tanpa menoleh.
Reita, masih memandang ke luar jendela.“Jadi, ia akan berdiri sebagai pion Karasu kan.” ujarnya tanpa menoleh.
Aoi yang kini telah duduk berseberangan dengan Saga dan
Kouki itu menjawab dengan tenang, “Tanpa aku berkata pun sepertinya kau juga
sudah tahu Rei..”
Reita terdiam.
“Jadi ?” Kai menatap Aoi.
“Besok. Aku tak ingin membuang waktu lagi.” Ucap Aoi menatap
Kai, Kouki, dan Saga bergantian.
Ia kemudian mengambil duduk di depan Saga dan
Kouki.
“Mereka telah bergerak. Aku bisa pastikan itu.” lanjutnya.
Saga dan Kouki saling berpandangan. “Bukankah mereka masih
belum ada pergerakan Ao..” Kouki ambil suara.
“Itu hanya siasat mereka saja untuk mengelabui kita. Dan
begitu kita lengah mereka akan melenggang masuk dan mengambil kepingan-kepingan
Albeiro yang dengan susah payah telah kita dapatkan” Aoi mendesah pelan.
“Jadi mataku telah digelapkan oleh kabut hitam mereka” Kouki
bergumam.
“Sekarang bukan saatnya menyesali itu semua. Aku tak akan
membiarkan akan ada lagi orang yang bernasib sama dengan Uruha.” Aoi merapatkan
kedua tangannya.
Suasana di dalam ruangan itu menjadi semakin kuat.
Berkumpulnya para pemilik bakat tertinggi telah membuat siapa saja yang berada
disekelilingnya bisa merasakan kekuatan yang luar biasa, seakan saling beradu
dalam diam. Namun kekuatan itu belumlah cukup untuk mereka , para petarung dan
penjaga gerbang masih menunggu sang penyempurna untuk menjadikan benteng di
balik nama Shirayumi Music Gakuen semakin kuat, dan mendapatkan apa yang telah
dinanti selama ini..
Kai memandang Reita yang masih terduduk di dekat jendela yang
besar itu.
Reita menolehkan kepalanya, “Panggil Matsumoto Takanori !”
----Chapter 4 END----
dan author pun lupa kalo ada Yo, Ray sama Tetsuya -___-
udah ditambahin kok di fandom (itu fandom apa cast ya /eh )
untuk cast emang sengaja banyak soalnya pengen ngeluarin para jrocker XD
tapi kayaknya gak semua personilnya keluar lho
hayoooo untuk Uruha udah author tampilin kan,
dan lagi-lagi ank Gazetto ada yang mati
ya udah deh ini aja, chapter 5 on going kok
makasih buat yg udah baca meskipun sider alias silent reader -___-
byee byeee
Lanjut dong, penasaran lanjutannya nih :D
BalasHapusgomen gomen baru tau ada komentar *plak
BalasHapussiiipp ini juga on going kok chapter 6 XD